Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 04 Oktober 2022 | 22:02 WIB
Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan saat kericuhan usai pertandingan sepak bola BRI Liga 1 antara Arema melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/tom.

SuaraMalang.id - Lis--bukan nama sebenarnya--baru saja menyorongkan kopi terakhir pada mas-mas polisi di kedainya. Entah itu gelas ke berapa, Ia lupa. Lalu bersantai-santai sebentar. Tak lama meluruskan kaki, tiba-tiba terdengar ledakan:"Boom!".

"Wah bom-e wes mbledos (Wah bomnya sudah meletus)," seorang polisi berceletuk lalu menghambur pergi. Tak lama setelah itu petugas tiba-tiba saja datang membopong perempuan pingsan berambut panjang. Wajahnya gosong.

Lis menerka-nerka perempuan itu korban ledakan, atau bisa jadi jatuh dari tribun stadion. Ia tidak tahu persis. Kedai Lis ini sebenarnya hanya beberapa depa saja dari gate pintu gerbang masuk Stadion Kanjuruhan Malang--tempat laga Arema FC vs Persebaya malam itu, Sabtu 01 Oktober 2022. Lokasi persisnya di bawah tribun penonton.

Selama ini kedainya itu selalu menjadi tongkrongan TNI dan polisi kalau Tim Singo Edan--julukan Arema sedang berlaga. Termasuk malam minggu itu, ketika Singo Edan harus menyerah 2-3 dan rivalnya Bajol Ijo Persebaya.

Baca Juga: Belum Selesai Kasus Sambo Terjadi Tragedi Kanjuruhan, Tingkat Kepercayaan Publik pada Polri Makin Terpuruk

Selama pertandingan sebenarnya situasinya wajar-wajar saja. Aparat keamanan wara-wiri menjaga di sisi luar stadion. Belum ada yang janggal. Di dalam kedainya ramai pula polisi-polisi berpakaian dinas lengkap, "Ada juga yang berpakaian preman," ujarnya.

Tidak ada yang ganjil, sampai terdengar ledakan dari atas tribun tadi. Lalu mendadak seorang Aremanita dibopong masuk ke dalam kedainya. Lis berpikir perempuan itu korban ledakan. Tapi rupanya datang lagi beberapa polisi membopong perempuan lain. Terus lagi dan lagi.

Lis menghitung ada delapan orang dievakuasi ke dalam kedainya itu: enam perempuan, dua laki-laki. Ada yang pingsan, ada yang merintih kesakitan. Lis bingung sebab harus menjadi suster dadakan.

Itu pertama kalinya bagi Lis dihadapkan pada situasi banyak orang kesakitan minta tolong. Saat menceritakan malam minggu kelam itu Lis masih tidak percaya. Berulang kali Ia menyebut nama Tuhan. Agaknya, tragedi itu bakal diingat seumur hidupnya.

Seumur-umur Lis baru kali itu menyaksikan tubuh-tubuh terbujur. Ada yang diam tak bergerak, ada yang meringis kesakitan mukanya hitam. Entah perempuan kedua atau ketiga merintih-rintih minta tolong, "Saya usap mukanya malah menjerit, terus saya usap leher belakangnya, teriak juga," katanya.

Baca Juga: Stadion Kanjuruhan Jadi Neraka di Tangan Aparat, Sulastri hanya Pasrah Saat Gas Air Mata Melumpuhkanya, Suami Korbankan Nyawa demi Cucu

Tak bisa menenagkan, Lis beralih ke perempuan yang datang pertama. Dipanggil-panggil "mabk..,mbak..," diam saja. Denyut nadinya diraba-raba, ternyata lepas nyawanya. "Ini baru pertama kali saya memegang dan memeriksa orang meninggal," kata Lis.

Lis yang awalnya berniat jualan, akhirnya membantu polisi merawat korban-korban terluka. Ia mulai memempersiapkan P3K, hingga mengusap wajah dari beberapa korban yang terkena gas air mata.

Tak hanya itu, seorang lelaki di bagian ujung warungnya nampak tergeletak tak bergerak. Entah siapa yang membawa. Benar saja, saat polisi memeriksa tubuhnya sudah meninggal dunia.

Semua korban lantas dibawa ke rumah sakit, dua sudah meninggal dan enam selamat. Bahkan bukan cuma delapan, Lis tahu korban Tragedi Kanjuruhan sebanyak 448 orang, 125 di antaranya meninggal dunia.

Lis mendoakan yang sudah meninggal mendapatkan yang terbaik dari Tuhan. Bagi yang selamat di warungnya Ia berharap kini mendapatkan perawatan terbaik di rumah sakit. "Mungkin saat ini sudah dirawat di rumah sakit. Ya semoga segera pulih," kata Lis.

 Lis kini sibuk membersihkan warungnya sisa-sisa tragedi empat hari lalu saat ditemui Suara.com, Selasa (04/10/2022) sore tadi. 

"Ya karena saya juga tinggal di warung ini, mau tak mau saya bersihkan langsung," katanya sambil meminta namanya jangan ditulis takut polisi.

Kontributor : Dimas Angga Perkasa

Load More