Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 19 Juli 2022 | 18:20 WIB
Ilustrasi bayi minum susu pakai dot. (Unsplash.com/Nathan Dumlao)

SuaraMalang.id - Diet vegetarian atau tidak mengonsumsi daging dan ikan tidak dianjurkan bagi bayi di bawah dua tahun. Ini disampaikan Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan UI Ahmad Syafiq.

Meskipun, selama ini praktik diet vegan ini banyak dilakukan oleh orang tua kepada bayinya. Syafiq tidak menganjurkan orang tua menerapkan diet tersebut, terutama bagi bayi di bawah dua tahun (baduta).

Diet vegan menurut dia justru akan menghambat tumbuh kembang anak. Alasannya, kata Syafiq, pangan hewani sangat diperlukan untuk menunjang proses tumbuh-kembang anak.

Apabila diet vegan diterapkan pada baduta, dikhawatirkan kecukupan zat-zat mikronutrien tidak sempurna sehingga sebaiknya orang tua tidak memaksakan anak untuk menjalani hidup vegan.

Baca Juga: Ahli Gizi Ingatkan Orang Tua, Anak di Bawah Usia Dua Tahun Tak Dianjurkan Diet Vegan

“Saya tidak setuju kalau vegan itu diberikan pada anak-anak, dia tetap harus konsumsi pangan hewani. Kalau vegetarian, okelah, misalkan lacto-vegetarian, jadi dia masih dapat (protein hewani) dari susu. Jadi jangan langsung ke vegan kalau anak-anak kecil itu, vegan terlalu berat. Itu saran saya,” kata Syafiq, Selasa (19/07/2022).

Ia mengatakan bahwa bayi/anak usia 6-23 bulan sangat memerlukan pemberian makanan tambahan dengan protein hewani. Syafiq menjelaskan bahwa pangan hewani penting untuk dikonsumsi anak-anak karena memiliki kepadatan zat gizi makro dan mikro serta mengandung zat gizi yang sulit ditemukan atau tidak ada pada pangan nabati.

Pada pangan hewani, mikronutrien yang dikandung mudah diserap oleh tubuh sehingga zat besi dapat diserap berkali-kali lipat lebih mudah dibandingkan zat besi yang ada pada pangan nabati. Pangan hewani juga memiliki mutu protein tinggi dengan asam amino esensial yang lengkap.

“Kemudian pangan hewani memiliki kandungan faktor anti-nutrient yang rendah. Faktor anti-nutrient itu zat-zat tertentu pada pangan nabati yang mengurangi penyerapan zat gizi lain, misalnya pada teh itu ada tannin yang menghambat penyerapan zat besi. kalau pada pangan hewani, tidak ada faktor anti-nutrient-nya atau kalaupun ada, itu rendah,” jelas Syafiq.

Khusus pada susu, sumber gizi ini mengandung insulin-like growth factor-1 (IGF-1) yang meningkatkan tinggi badan. Tak hanya itu, menurut studi yang dipublikasikan di jurnal Nature pada 2022, pangan hewani juga dapat menurunkan risiko obesitas yang secara metabolik tidak sehat (metabolically unhealthy obese/MUO).

Baca Juga: Kenali Plant-Based Diet, Sering Dianggap Sama dengan Diet Vegan

“Konsumsi protein apapun jenisnya. Tapi lebih baik lagi protein dari hewani, itu ternyata menurunkan risiko obesitas,” ujar Syafiq.

Menurut Syafiq, sejumlah penelitian di Indonesia menunjukkan hubungan yang erat antara kekurangan asupan protein hewani terhadap kondisi stunting dan masalah gizi lainnya. Ia menganjurkan agar orang tua bisa memberikan pangan hewani yang mencakup telur, ayam, ikan, daging sapi dan susu.

“Sebagai salah satu asupan dengan sumber gizi terlengkap, susu menjadi pilihan asupan baik yang mudah dikonsumsi dan disukai anak-anak,” katanya.

Apabila anak memiliki alergi terhadap susu sapi, Syafiq mengatakan orang tua dapat memilih berbagai alternatif susu, misalnya susu hipoalergenik yang kandungan proteinnya sudah dihidrolisis sehingga tidak menyebabkan alergi apabila dikonsumsi.

“Dan tentunya sumber protein hewani itu ada banyak dan beragam, jadi silakan divariasikanlah sesuai dengan kebutuhan anak,” ujar Syafiq. ANTARA

Load More