Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 31 Mei 2022 | 14:02 WIB
Ilustrasi Tim Densus 88 Saat mengamankan pelaku teror [Foto: Antara]

SuaraMalang.id - Salah satu propaganda kebencian yang dilakukan oleh AI, mahasiswa Universitas Brawijaya ( UB ) Malang adalah menyebar kebencian terhadap organisasi Islam Nahdlatul Ulama (NU).

Kemudian Ia juga menyebar kebencian kepada Syiah. Ia bahkan menganggap orang-orang Syiah harus dibunuh. Hal itu disampaikan salah satu dosen Jurusan Hubungan Internasional (HI) FISIP Universitas Brawijaya, Yusli Effendi.

IA ini ditangkap oleh Tim Densus 88 anti-teror pada Senin (23/5/2022) kemarin. Ia diduga sebagai simpatisan ekstremis ISIS. Keterlibatannya antara lain mengumpulkan dana untuk ISIS.

"Propagandanya ISIS banget. Menyebarkan ujaran kebencian ke NU. Kebencian ke Syiah. Syiah harus dibunuh itu semua di Instagramnya," kata Yusli ditemui Suara.com, Selasa (31/05/2022).

Baca Juga: Dosen UB Malang Sampai Nyerah Nasihati Mahasiswanya yang Dibekuk Densus 88: Dia Memang Atos...!

"Ternyata dia memang atos. Saya tanya 'ngapsin sih kamu kayak gini?' Dia jawab 'salah saya dimana? Ini saya dakwah'. Di media sosial sudah terpapar sampai seserius itu," ujarnya.

Akhirnya, beberapa waktu kemudian, Yusli mencoba mengobrol dengan mahasiswanya itu. Dia ingin mengetahui secara langsung pandangan IA.

Dengan obrolan tersebut, Yusli mulai yakin bahwa mahasiswanya itu memahami paham radikalisme dan ekstrimisme.

"Tapi saya waktu itu hanya berpikir bahwa itu hanya ide yang berada di pikiran. Belum ide yang diaktualisasi menjadi kegiatan. Dan kalau di tingkatan akademis semua ide itu dihormati. Ya kayak yang megang paham komunisme atau apa ya gak papa selama itu ada di pikiran," ujarnya.

Yusli menambahkan, dia tidak setuju terkait pemberitaan selama ini bahwa IA adalah mahasiswa yang pintar.

Baca Juga: Mahasiswa UB Malang Dibekuk Tim Densus Gegara Kepul Dana Buat ISIS, Begini Respons Keras Dosennya

"Saya tekankan gak pintar ya biasa IP 3 dan ikut kompetisi-kompetisi juga endak. (IA adalah) mahasiwa standard-standard saja," kata dia.

Sementara itu, pihak UB sebenarnya sudah membentengi mahasiswanya dengan program-program deradikalisme seperti gerakan anti radikalisme.

Menanggapi itu, Yusli berpendapat, program itu tidaklah efektif jika bertujuan untuk mengubah paham radikalisme seorang mahasiswa.

Bahkan, lanjut dia, meskipun di kelas juga ada pelajaran seperti Pendidikan Pancasila pun tidak cukup untuk mengubah ideologis yang dipahami mahasiswa.

Dia menjelaskan alasannya, metode pengajaran program-program tersebut hanya sebatas di kelas. Waktu pengajaran pun cuma satu atau dua jam dilepas.

"Itu tidak terlalu efektif. Kelas besar juga. Cuma ceramah saja. Tapi memang ya kurang kuat dalam artian satu dua jam selesai kelasnya setelah itu dilepas. Ospek juga yang diberikan di fakultas lagi-lagi ya satu atau dua efisiensi jelas berkurang," katanya menegaskan.

Load More