Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Kamis, 07 April 2022 | 17:14 WIB
Masjid At-Thohiriyah atau Masjid Bungkuk, Singosari, Malang. [Suara.com/Bob Bimantara Leander]

Setelah hadir di wilayah Singosari, gubuk itu pun menjadi perbincangan warga sekitar yang merupakan mayoritas warga Hindu.

Dijelaskan, Moensif, banyak warga Hindu di wilayah Singosari karena peninggalan Kerajaan Singosari.

Perbincangan itu dikarenakan waktu itu kegiatan salat di gubuk atau masjid itu adalah hal yang baru. Bagian salat saat rukuk dan sujud adalah hal baru bagi warga beragama Hindu pada waktu itu.

"Makannya ada omongan-omongan dari telinga itu loh di sana ada bungkuk-bungkuk. Padahal itu rukuk. Makannya masjid ini atau kawasan ini disebut sebagai Bungkuk," kata dia.

Baca Juga: Sejarah Masjid Jogokariyan: Muncul di Sarang Komunis Kini Jadi Tempat Rekonsiliasi Eks PKI

Beberapa warga pun penasaran dengan kegiatan itu. Ditemukanlah hal yang diinginkan warga beragama Hindu waktu itu di agama Islam yang waktu dianggap baru.

Keinginan itu berupa kesetaraan bagi semua manusia. Dijelaskan Moensif, di agama Hindu terdapat empat strata atau tingkatan dan membedakan setiao manusia.

"Lah di Islam ini warga sekitar merasa lebih dihargai sebagai orang. Akhirnya banyak yang mengaji dan salat digubuk itu dan masuk Islam," ujarnya.

Seiring dengan perkembangannya waktu dan santri, gubuk itu pun dibuat bangunan semi permanen. 

Empat kayu yang hingga kini ada itu dijadikan tiang penyangga genteng masjid oleh Hamimuddin. Pembangunan masjid sederhana itu, kata Moenif, dilakukan pada tahun yang tidak tahu pastinya.

Baca Juga: Jejak Sejarah Masjid Raya Singkawang, Ikon Kota Paling Toleran

"Dulu itu langsung dijadikan masjid dengan bangunan semi permanen. Ada genteng, bata. Karena genteng pasti ada penyangga dan kayu itu dijadikan tiang penyangga. Dan kayu itu bertahan sampai saat ini dengan dilapisi ukiran kayu jati sebagai sisa peninggalan sejarah," tutur dia.

Load More