Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 17 Maret 2022 | 10:34 WIB
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Boy Rafli Amar. (Foto: BNPT)

SuaraMalang.id - Medis sosial banyak dipakai oleh kelompok tertentu untuk menyebarkan paham radikal. Hal ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Boy Rafli Amar.

Oleh sebab itu Ia mengajak para santri untuk menggencarkan dakwah di media sosial (medsos). Boy mengungkapkan, kelompok radikal yang tak bertanggung jawab ini menggunakan berbagai narasi di media sosial untuk menyebarkan pahamnya.

Tidak hanya berbahasa Indonesia, tetapi juga bahasa Inggris. Media sosial dipakai oleh kelompok ini sebagai sarana propaganda bahwa di Suriah akan lahir negara Islam.

"Mereka mempropagandakan bahwa di Suriah akan lahir negara Islam dunia yang memberikan harapan baru, sehingga lebih dari 120 negara yang warganya terpapar dengan ajakan tersebut," katanya.

Baca Juga: Sebut Paham Radikalisme juga Menyusup ke Parpol dan Ormas, PKB Minta Pemerintah Lakukan Ini

"Berdakwah itu bisa juga dilakukan melalui media sosial," kata Boy Rafli, seperti dikutip dari Antara, Rabu (17/03/2022).

Peristiwa tersebut membuktikan bahwa narasi radikalisme berbahaya, karena sanggup mempengaruhi banyak orang yang kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu.

Oleh karena itu, Boy menyatakan para santri perlu terus mengembangkan narasi di media sosial bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin yang berarti bahwa Islam adalah rahmat bagi alam semesta.

Dengan pemahaman yang baik ini, ujar Boy melanjutkan, umat Islam Indonesia tidak dimanfaatkan kelompok tertentu untuk maksud kejahatan seperti saat kampanye ISIS.

Paham radikal tersebut tidak sekadar wacana. Sebanyak 2.157 orang Indonesia berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS atau Islamic State in Iraq and Syria.

Baca Juga: Tangkal Perkembangan Paham Sesat, BNPT: Ini Bukanlah Pekerjaan Mudah, Harus Dibangun dengan Kekuatan Bersama

ISIS memanfaatkan mereka untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan melakukan pendudukan di beberapa provinsi. Kejahatan kemudian terjadi dengan pembunuhan.

Sebanyak 2.157 orang Indonesia di Suriah, sebagian ada yang meninggal, ditahan, dan sebagian lagi kembali ke Indonesia.

"Ada juga yang hari ini masih berada di kamp pengungsian, utamanya wanita dan anak-anak. Jumlahnya kisaran 370 orang. Dari jumlah itu yang berusia di bawah 10 tahun sebanyak 82 anak," katanya lagi.

Untuk mencegah kejadian tersebut terulang, Boy Rafli mengajak para santri semakin gencar berdakwah di media sosial.

Load More