Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Jum'at, 04 Maret 2022 | 10:27 WIB
Mantan Pelatih Hero Tito, Muchamad Jaeni bersama istri Tri Andarini saat datang di rumah duka, Kamis (3/3/2022). [Suara.com/Bob Bimantara Leander]

SuaraMalang.id - Heru Purwanto atau Hero Tito dikenal tekun dan disiplin sejak dini. Hal itu diungkap mantan pelatihnya semasa tinju amatir, yakni Muchamad Jaeni (55).

Jaeni menuturkan, Hero Tito bergabung ke Sasana Lesanpuro BC Kota Malang saat kelas 6 sekolah dasar (SD).

"Karena awalnya dia ikut di sasana tinju di Kecamatan Tumpang, dua minggu tutup terus ke sini (BC Kota Malang)," katanya ditemui SuaraMalang.ID di rumah duka Dusun Sindurejo Desa Banjarejo Kecamatan Pakis Kabupaten Malang, Kamis (3/3/2022).

Jaeni tidak serta merta menerima Hero. Dia perlu meminta restu dan izin dari orang tua Hero terlebih dahulu.

Baca Juga: Hero Tito Meninggal Dunia, Kerabat dan Kolega Berdatangan ke Rumah Duka di Malang

"Saya suruh orang tuanya tanda tangan persetujuan. Terus orang tuanya datang dan diizinkan. Itu saya langsung berani melatih," ujarnya.

Selama dilatihnya, Hero kecil memang sudah menunjukan kedisiplinan dan kesungguhan dalam dunia tinju. Meskipun jarak rumahnya cukup jauh dari sasana, kurang lebih 7 kilometer. Hero rutin datang ke sasana dengan berlari. 

"Jaraknya jauh, terus saya bilang mau nggak lari kamu? Dia jawab iya mau dan akhirnya lari dari rumahnya di Pakis (Kabupaten Malang) sampai Lesanpuro Kota Malang," kata dia.

Setiap hari Hero pun berangkat ke sasana di pinggiran Kota Malang dari rumahnya di Kabupaten Malang dengan berlari. Itu dilakukannya selama tiga tahun.

"Dan sampai di sasana, saya beri Hero porsi latihan lebih besar. Kan kalau awal porsinya harusnya sesuai dengan empat ronde tapi kalau Hero saya beri delapan ronde. Tapi saya tanya dulu iso a le? Dia menyanggupi. Dan ya bisa dia," ujarnya.

Baca Juga: Petinju Hero Tito Meninggal Dunia, Wali Kota Malang Berduka

Hero pun juga tidak pernah membolos latihan. Enam hari dalam seminggu Hero berlatih tinju di sasana tersebut selama dua sampai tiga jam.

"Dan dia itu tidak pernah bolos, jujur anaknya itu. Selalu latihan dan semangat. Bahkan kan satu hari libur dari seminggu, kan saya bilang kalau libur lari ternyata dituruti dan lari beneran. Dia itu nurut saya kasih porsi latihan apapun dilahap," kata dia.

Dengan kerja keras seperti itu, selama tiga tahun menjadi petinju amatir, Hero tidak pernah terkalahkan selama dilatih Junaedi.

"Menang 17 kali dan juara tingkat Provinsi amatir di Blitar juara, terus SMA pindah ke sasana lain dan saya ikhlas. Gak pernah kalah dia dulu itu," imbuhnya.

Meskipun sudah tidak lagi menjadi pelatihnya, Junaedi mengaku, Hero tetap menjaga tali silaturahmi kepadanya.

"Dan kalau pamit minta doa ke saya. Terus saya beri masukan terus. Jangan pernah puas diri. Juara itu bukan berhenti berlatih. Kalau kamu berlatih berhenti, ya nanti sabuk itu gampang direbut," ujarnya.

Jaeni mengaku bak disambar petir begitu mendengar kabar Hero Tito meninggal dunia usai menjalani perawatan di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading Jakarta.

"Saya itu melatih Hero tiga tahun. Gak pernah cedera. Kalau mau main dia sakit saya gak akan mainkan. Saya shock waktu itu. Dan saya ingin memandikan Hero nantinya karena sudah tak anggap anak sendiri," tutupnya.

Kontributor : Bob Bimantara Leander

Load More