Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 01 Maret 2022 | 08:53 WIB
Pesepak bola Arema FC Dendi Santoso (kanan) berebut bola dengan pesepak bola Persik Kediri Yusuf (kiri) dan Marwin Angeles (tengah) pada pertandingan Liga 1 di Stadion I Gusti Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Minggu (27/2/2022). [ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/YU]

SuaraMalang.id - Sejumlah peristiwa menarik menjadi sorotan kemarin, Senin (28/02/2022). Mulai dari berita kekalahan kembali Arema FC dari Persik Kediri, kemudian terkait berita penemuan Situs Srigading di Malang.

Sebelumnya, Arema FC keok 0-1 dari Persik Kediri pada pekan ke-28 BRI Liga 1 Stadion I Gusti Ngurah Rai, Bali, Minggu (27/2/2022). Pelatih Eduardo Almeida mengakui tim Singo Edan tidak bermain bagus.

Pelatih asal Portugal ini menyesal gagal meraih tiga poin dari Macan Putih Persik. Alhasil target merebut kembali puncak klasemen sementara BRI Liga 1 dari Bali United urung terjadi.

Eduardo kecewa karena membuang kesempatan merebut kembali peringat satu. Dijelaskannya, pasca kekalahan ini tidak ada alasan bagi semua pemain. Mereka harus evaluasi total agar laga selanjutnya kembali ke jalur perebutan juara dengan memenangi setiap pertandingan yang tersisa.

Baca Juga: Fakta Sebenarnya Pencopotan Papan Nama Muhammadiyah di Banyuwangi, Linmas: Provokasi dan Hoaks Mudah Disebarkan...

Selain berita kekalahan Arema FC, Malang juga diramaikan berita soal penemuan Situs Srigading. Terbaru, sejumlah benda bersejarah berhasil ditemukan pada proses ekskavasi yang digelar Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur.

Temua itu meliputi relief yang terbuat dari batu bata berbentuk wajah, batu ambang pintu, batu relung dan lainnya. Benda-benda tersebut saat ini disimpan di Museum Singhasari yang ada di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang demi keamanan.

"Kami telah melakukan pengamanan terhadap sejumlah barang temuan dari situs Srigading. Kami tidak mengambil, namun lebih ke arah pengamanan (agar tidak hilang)," kata Pamong Budaya Ahli Muda Museum Singasari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Malang Yossi Indra Herdyanto, di Kabupaten Malang, mengutip dari Antara, Senin (28/2/2022).

Ia menambahkan, pengamanan terhadap sejumlah temuan tersebut perlu dilakukan agar benda-benda yang diperkirakan dibuat pada abad ke-10 Masehi tersebut tidak hilang dan tetap terjaga dengan baik.

"Nantinya, jika di desa sudah memiliki tempat yang layak dan aman, maka bisa diambil kembali dari Museum Singhasari," katanya.

Baca Juga: Keamanan Situs Srigading Malang Jadi Perhatian Serius, Ekskavasi Liar Bakal Dijerat Pidana

Selain itu, sejumlah temuan yang saat ini disimpan di Museum Singhasari juga dilakukan pendataan dan dibersihkan. Kemudian, juga akan dilakukan pengukuran dimensi, pengambilan foto untuk dokumentasi yang akan dipergunakan sebagai laporan kepada BPCB Jawa Timur.

Ia memastikan seluruh temuan yang disimpan di Museum Singhasari telah melalui prosedur ketat seperti kelengkapan berita acara serah terima dari pemerintah desa yang disaksikan oleh kepolisian setempat dan pemangku kepentingan lainnya.

Lalu ada juga berita dari Banyuwangi. Sebuah video pencopotan papan nama Organisasi Islam Muhammadiyah di Masjid Al-Hidayah Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur viral di media sosial dan menjadi sorotan warganet.

Kabar ini viral ke mana-mana, sehingga menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Sampai akhirnya Majelis Ulama Indonesia (MUI) Banyuwangi bersama Forkompomda setempat menyelidiki pencopotan papan nama tersebut.

Usut punya usut, ternyata pencopotan ini hanya persoalan miskomunikasi. Seperti dijelaskan Ketua MUI Kabupaten Banyuwangi KH Muhammad Yamin.

"Alhamdulillah, tadi sudah dilakukan musyawarah dengan sejumlah pihak secara bersama. Baik dari PD Muhammadiyah Banyuwangi, Pemkab Banyuwangi, pihak kepolisian dan para pihak terkait lainnya," katanya, Senin (28/02/2022).

"Kami urai secara bersama duduk perkaranya. Dari sana, kami memastikan bahwa kejadian tersebut berlangsung kondusif," ujarnya menambahkan, seperti dikutip dari Suarajatimpost.com jejaring Suara.com.

Yamin menjelaskan, perkara itu ada lantaran adanya miskomunikasi atau salah paham antara wakif (orang yang memberi waqaf) dengan nadzir atau penerima wakaf.

"Wakafnya sejak awal diperuntukkan sebagai masjid yang dikelola secara umum. Seiring waktu kemudian, mungkin untuk keperluan administrasi atau apa, nadzirnya melibatkan ormas," kata pria yang juga Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Banyuwangi tersebut.

Kemudian papan nama Muhammadiyah tersebut muncul di Masjid Al-Hidayah. Oleh sebagian ahli waris wakif, warga dan jemaah masjid kemudian mengingatkan kembali tujuan awal dari wakaf tersebut.

Setelah melakukan serangkaian mediasi mulai dari tingkat desa hingga kecamatan, akhirnya disepakati untuk melepaskan papan nama itu.

"Saat ini Masjid tetap dipergunakan seperti biasa dan juga di bawah kendali ketakmiran setempat. Semua aktivitas berjalan sebagaimana biasanya. Mulai salat jamaah, pengajian dan lain sebagainya," terang Yamin.

Sementara itu, Plt Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah Kabupaten Banyuwangi Muhammad Lutfi mengimbau kepada seluruh warga untuk tidak mudah terprovokasi oleh berbagai berita yang belum jelas duduk perkaranya.

Load More