Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Minggu, 20 Februari 2022 | 13:08 WIB
Menlu Arab Saudi Faisal bin Farhan (kanan) berbicang dengan Menlu RI Retno Marsudi (kiri) di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat, pada Selasa (21/9/2021). ANTARA/HO-Kemlu RI/aa. (Handout Kemlu RI)

SuaraMalang.id - Dua negara seteru lama, Arab Saudi dan Iran berupaya mencari jadwal untuk bertemu melanjutkan pembicaraan kelima terkait hubungan kedua negara.

Sejauh ini, hubungan Arab Saudi yang dikenal sebagai negara Wahabi itu memang tidak harmonis dengan Iran yang mayoritas warganya penganut Syiah.

Arab Saudi memutus hubungan dengan Iran pada 2016 saat terjadi pembicaraan pada 2021 yang diselenggarakan oleh Irak. Saat itu sejumlah negara di dunia, termasuk Amerika menyorot nuklir Iran.

Saat ini kedua negara kembali berencana melakukan pembicaraan. Rencana pertemuan kedua negara disampaikan Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal bin Farhan Al Saud pada Sabtu (19/02/2022).

Baca Juga: Gokil! Pertama di Dunia, Arab Saudi Buat Permainan Squid Game Nyata di Riyadh

Ia mengatakan bahwa pihaknya sedang berupaya untuk menjadwalkan putaran kelima pembicaraan langsung dengan Iran meskipun sejauh ini "kurang kemajuan substantif".

Pemerintah Arab Saudi mendesak pemerintah Iran untuk mengubah perilakunya di kawasan. Perjanjian nuklir Iran itu dianggap cacat oleh negara-negara Teluk karena tidak menangani program rudal dan jaringan proksi Iran.

Faisal bin Farhan Al Saud mengatakan jika perjanjian nuklir 2015 dihidupkan kembali, itu harus menjadi "titik awal, bukan titik akhir" untuk mengatasi masalah regional.

Dia juga mengatakan bahwa Riyadh tetap tertarik untuk melakukan pembicaraan dengan Iran.

"Itu tentu membutuhkan keinginan serius dari negara tetangga kami Iran untuk mengatasi masalah mendasar yang ada ... Kami berharap ada keinginan serius untuk menemukan suatu modus operandi baru," katanya.

Baca Juga: Kejari Telah Terima Pelimpahan Berkas Abdul Latif, WNA Arab Saudi Penyiram Air Keras: Didakwa dengan Pasal Berlapis

"Jika kami melihat kemajuan substantif pada dokumen-dokumen itu, maka ya pemulihan hubungan mungkin dilakukan. Sejauh ini kami belum melihat hal itu," kata Faisal pada Konferensi Keamanan Munich.

Arab Saudi dengan mayoritas populasi Muslim Suni dan Iran dengan Muslim Syiah bersaing untuk mendapatkan pengaruh dalam suatu persaingan yang telah terjadi di seluruh kawasan Timur Tengah dalam peristiwa-peristiwa, seperti perang di Yaman dan di Lebanon.

Pada awal Februari 2022, Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan Teheran siap untuk melakukan lebih banyak perundingan jika Riyadh bersedia melakukan pembicaraan dalam suasana saling pengertian dan saling hormat.

Ketegangan antara kedua negara melonjak pada 2019 setelah serangan terhadap pabrik minyak Saudi yang dituduhkan Riyadh dilakukan oleh Iran, namun tuduhan itu telah dibantah Teheran.

Ketegangan antara Saudi dan Iran terus membara di Yaman di mana koalisi pimpinan Saudi memerangi gerakan Houthi yang bersekutu dengan Iran.

Pangeran Faisal mengatakan Iran terus menyediakan rudal balistik dan suku cadang pesawat nirawak serta senjata konvensional kepada Houthi, tetapi tuduhan itu dibantah oleh Teheran dan kelompok Houthi.

"Langkah ini tidak berkontribusi untuk menemukan jalan untuk menyelesaikan konflik (di Yaman), tetapi kami berkomitmen dan kami mendukung perwakilan PBB," kata Faisal merujuk pada upaya yang dipimpin PBB untuk gencatan senjata di Yaman. ANTARA

Load More