Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 09 Juni 2021 | 09:49 WIB
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) membuka rapat pimpinan (Rapim) Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrat di kantor DPP Demokrat, Jakarta, Minggu (7/3/2021). [Suara.com/Angga Budhiyanto]

SuaraMalang.id - Wacana duet antara Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurty Yudhoyono (AHY) dengan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartanto di Pilpres 2024 dikomentari Direktur Indo Barometer M Qodari.

Terkait AHY, Qudori menilai elektabilitasnya serba tanggung. Ia juga mengaitkan posisi AHY sebagai Ketum Demokrat yang berlum memiliki pengalaman politik dan jabatan negara. Salah satunya yakni AHY disebut tak pernah menjadi menteri.

Berbeda dengan Airlangga Hartanto yang sudah pernah menjabat sebagai anggota DPR dan pernah menjabat sebagai menteri. Artinya, kata dia, kualitatif dan kuantitatif kedua orang tersebut berbeda.

"Kalau AHY dengan Airlangga ya kasihan Pak Airlangganya, kasihan Partai Golkarnya. Elektabilitasnya jauh, belum lagi kita bicara pengalaman. Pengalaman Pak Airlangga di pemerintahan ya jauh lebih banyak dibandingkan dengan AHY," kata Qudori, dikutip dari hops.id, jejaring media suara.com, Rabu (09/06/2021).

Baca Juga: Komisi II: Jadwal Pemilu 28 Februari 2024 Sebatas Infomasi Non-Formal, Belum Final

"AHY belum pernah anggota DPR, belum pernah menteri, belum pernah kepala daerah, ya jabatan terakhirnya apa tuh, lupa saya. Sementara Pak Airlangga udah anggota dewan, sudah menteri, Menko lagi. Jadi kualitatifnya nggak ketemu, kuantitatifnya juga nggak ketemu," katanya menegaskan.

Selain itu, Qudori menyebut AHY dan SBY tidak bisa disamakan. AHY bukanlah SBY. Dia beranggapan problematika Demokrat saat ini adalah menyamakan kedua sosok itu.

Merespons Qudori, Partai Demokrat tak tinggal diam. Melalui Deputi Balitbang DPP Demokrat, Syahrial Nasution nampak meradang dengan menyebut analisis Qodari tidak menunjukkan kualitasnya sebagai peneliti.

Bahkan analisis tersebut disebut sangat normatif karena tidak memiliki kualitas dari sosok seorang peneliti berkualifikasi baik.

"Analisis Qodari ini normatif, tapi tidak menunjukkan kualitas sebagai peneliti yang punya kualifikasi bagus. Apalagi hebat. Akhirnya, sudah normatif, ngawur pula," kata Syahrial kepada wartawan.

Baca Juga: PPDB Banyak Masalah, PSI: Anies Jangan Fokus Bursa Capres, Pikirkan Nasib Anak Jakarta

"Ada interest pribadinya lebih kental daripada analisis sebagai pengamat atau peneliti," katanya menegaskan.

Syahrial juga menyindir Qodari. Menurutnya, analisis Qodari soal AHY-Airlangga itu muncul karena Moeldoko gagal mengkudeta AHY.

"Yang paling logis, barangkali periuk nasinya sedang retak, karena gagal sebagai pendukung Moeldoko dan KLB Sibolangit," katanya menegaskan.

Load More