Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Senin, 22 Maret 2021 | 22:21 WIB
Bupati Jember Hendy Siswanto [HSC/Beritajatim.com]

SuaraMalang.id - Rupanya ada pembangkang Bupati Jember Hendy Siswanto, dibalik kebijakan penunjukkan pelaksana tugas (Plt) secara massal di lingkungan Pemkab Jember.

Hal itu diungkap Wakil Ketua DPRD Jember Ahmad Halim. Sejak awal resmi memimpin Kabupaten Jember, Bupati Hendy ternyata kesulitan mengakses data dan dokumen penting. Persisnya akses ke Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dan dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara.

"Sampai dua kali bupati meminta seperti itu. Ini bupati definitif meminta data seperti itu kok dipersulit," katanya, dikutip dari Beritajatim.com jaringan Suara.com, Senin (22/3/2021).

Ia melanjutkan, bupati juga menyampaikan sulitnya memperoleh data terkait pembangunan infrastruktur.

Baca Juga: Kisah Nenek Buni Hidup 30 Tahun di Pasar Gebang Jember

“Padahal kebijakan dia adalah memperbaiki jalan. Otomatis diperlukan data yang final, akurat, tentang data jalan rusak,” katanya.

Bahkan terkait anggaran penanganan Covid-19 yang sangat mendesak kebutuhannya juga hingga kini tidak dapat dibahas.

“Beliau juga bercerita tentang (dana) Covid-19. Sampai sekarang bupati tidak bisa menganggarkan dana Covid karena masih diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Padahal kebutuhan di lapangan untuk dana Covid ini sudah sangat mendesak,” sambungnya.

Berdasar sejumlah keterangan tersebut, Ia menyimpulkan ada pembangkangan terhadap Bupati Hendy Siswanto.

“Itu latar belakang penunjukan pelaksana tugas (Plt), ada pembangkangan-pembangkangan. Apa ini mau dibiarkan? Padahal salah satu sumpah ASN (Aparatur Sipil Negara) adalah loyal kepada pimpinan,” kata Halim.

Baca Juga: Dampak Cabai Mahal, Makanan Warung Jember Tak Pedas Lagi, Pelanggan Lari

Sementara, akademisi dan pengamat kebijakan publik dari Universitas Jember, Hermanto Rohman telah menduga kebijakan penunjukkan plt massal atau pendemisioneran ratusan pejabat adalah taktik untuk menggeser pejabat yang dianggap bisa ‘menghambat’, bermasalah, atau berpotensi menghalangi proses pembahasan APBD 2021.

“Menggeser orang tidak bisa dilakukan dengan mutasi, karena ada undang-undang itu. Maka kemudian (jabatan) dikosongkan dan diisi pelaksana tugas, karena konsekuensi jabatan kosong harus mengangkat baru dan melalui mekanisme lain-lain. Pelaksana tugas ini bisa orang baru, ditata kembali,” kata Hermanto.

Load More