Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Senin, 22 Maret 2021 | 08:49 WIB
Nenek Buni selama 30 Tahun tinggal seorang diri di dalam Pasar Gebang Jember. [Suara.com/Adi Permana]

SuaraMalang.id - Nenek Buni selama kurang lebih 30 tahun tinggal seorang diri di dalam pasar Kelurahan Gebang, Kecamatan Gebang, Kabupaten Jember. Nenek yang kini berusia 56 tahun itu nekat tinggal seorang diri di dalam pasar, persisnya sejak suaminya meninggal sekitar 1991 silam.

Buni tinggal di salah satu kios berukuran 2,5 x 3 meter di dalam komplek pasar. Sebelumnya, selama kurun waktu lima tahun Ia tinggal dan tidur di salah satu toilet umum pasar tersebut.

"Alhamdulillah sejak suami saya meninggal, saya tinggal di dalam pasar ini," kata Nenek Buni ditemui di kios yang ditempatinya, Minggu (21/3/2021) malam.

Nenek Buni mengaku, tinggal seorang diri di dalam pasar karena tidak punya anak dan hidup hanya seorang diri.

Baca Juga: Dampak Cabai Mahal, Makanan Warung Jember Tak Pedas Lagi, Pelanggan Lari

Namun dari e-KTP yang dimiliki, Nenek Buni tercatat sebagai warga Jalan Pajajaran, Kelurahan Kebonsari, Kecamatan Sumbersari, Kabupaten Jember, alamat rumah suadaranya.

"Tapi saya tidak enak mau tinggal di sana, tidak enak merepotkan saudara," katanya.

Diketahui, setelah sang suami meninggal karena sakit, Nenek Buni malah mendapat balasan tidak mengenakkan dari anak-anak sang suami yang dirawatnya. Sehingga Nenek Buni memilih untuk tinggal seorang diri.

"Dulu saya menikah di Madura, tapi karena suami sudah meninggal saya milih tinggal di Jember. Biar sudah tidak apa-apa saya tinggal sendiri," katanya.

Nenek Buni juga mengaku memiliki saudara di Madura.

Baca Juga: Dikritik PDIP dan Ogah Bahas APBD 2021, Begini Respon Bupati Jember

"Ya sama dengan yang di sana (Kelurahan Kebonsari). Daripada merepotkan, biar sudah saya tinggal di sini. Alhamdulillah saya bisa hidup dan mandiri tidak merepotkan banyak orang," ungkapnya.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di Pasar, Ia buka warung kecil yang menyediakan kopi dan teh.

"Saya jualnya Rp 2500 untuk kopi dan teh itu. Kalau ada (buah) pisang per biji saya jualnya Rp 500," ucapnya.

Usaha warung kopi kecil itu cukup bagi dirinya untuk menyambung hidup. Meski tak jarang juga diutangi pelanggannya.

"Karena sering diutang sama pembeli itu. Bahkan ada pembeli yang alasan belum dapat pemasukan. Ya mau gimana lagi. Bahkan sangking (karena) lamanya utang, saat saya tagih sampai menghindar. Ya sudah dianggap belum rejeki," katanya.

Nenek Buni juga mengungkapkan, selama kurang lebih 30 tahun tinggal di pasar, banyak kisah dan cerita. Beberapa peristiwa mistis juga acap kali dialami.

"Yang sering saya alami, itu lihat orang berbadan gelap tinggi dan besar. Juga ada tangan yang jalan sendiri waktu malam itu. Ya itu yang sering saya lihat. Tapi masih mending, dulu awal-awal pernah itu atap kios kayak suara gemuruh. Tapi sekarang jarang," ujarnya.

Saking seringnya, kini Ia merasa biasa saja dengan hal-hal tersebut.

"Ya lama-lama kebiasaan, tapi ya takut. Pernah saya pas salat malam, ada kayak orang tinggu besar matanya merah dan badannya gelap, tiba duduk di atas saya. Pas salat, waktu itu teriak-teriak, tapi gak ada yang nolong. Akhirnya hilang sendiri pas Subuh. Ya suka duka tinggal di sini (Pasar)," ucapnya.

Terpisah, salah seorang penjaga pasar Sigit mengaku mengenal Nenek Buni sejak dirinya masih kecil. Nenek Buni memang diketahui sudah tinggal lama di dalam Pasar Loak.

"Wakti itu sempat lima tahunan tidur dan tinggal di pasar, tapi tidurnya di toilet. Tapi setelah itu ada kios kosong dan tinggal di sana," kata Sigit

Sigit juga mengatakan, terkadang ada warga atau donatur yang mampir memberi sembako. Tapi untuk bantuan pemerintah, katanya, tidak ada.

"Saya berharap sih mungkin ada, karena kasihan umurnya semakin tua. Kalau sakit bagaimana, mungkin butuh berobat. Mungkin pemerintah bisa bantu untuk dapat bantuan kaitannya untuk jaga-jaga jika sakit," katanya.

Kontributor : Adi Permana

Load More