Penjelasan Lengkap Hukum Mencium Istri saat Puasa

Bagaimana dengan mencium istri, apakah membatalkan puasa.

Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Kamis, 07 April 2022 | 12:35 WIB
Penjelasan Lengkap Hukum Mencium Istri saat Puasa
ilustrasi suami istri - Penjelasan Lengkap Hukum Mencium Istri saat Puasa. [Pexels/Thirdman]

SuaraMalang.id - Ibadah puasa hakikatnya menghindari segala hal yang membatalkan. Salah satu perkara yang membatalkan puasa adalah bersenggama bagi pasangan suami istri, walaupun tanpa ejakulasi.

Bagaimana dengan mencium istri, apakah membatalkan. Berikut hukum mencium istri saat puasa.

Melansir NU Online Jatim, pada dasarnya mencium istri tidak membatalkan puasa. Tetapi juka membangkitkan nafsu, dapat mengakibatkan ejakulasi, dan menyeret seseorang menuju interaksi seksual maka pembahasan hukumnya tidak bisa sederhana lagi.

Para ulama menggolongkan ciuman ke dalam perkara yang dimakruhkan dalam puasa, apabila ciuman itu membangkitkan syahwat. Kalau tidak membangkitkan syahwat, ciuman tidak dipermasalahkan, tetapi lebih baik tetap dihindari. (Al-Majmu’ Syarh Muhaddzab, VI, halaman: 354, Mughni al-Muhtaj, I, halaman: 431-436).

Baca Juga:Hukum Tidur saat Puasa Ramadhan, Benarkah Dihitung sebagai Ibadah? Simak Penjelasan Lengkapnya di Sini!

Tentu hukum ini berlaku untuk ciuman kepada istri. Selain istri jelas hukumnya haram. 

Menurut pendapat yang kuat, hukum makruh yang berlaku atas mencium istri ketika berpuasa adalah makruh tahrim. Artinya, meskipun makruh (yang definisi dasarnya tak mengapa jika dilakukan) jika dilakukan juga maka si pelaku mendapat dosa.

Untuk sekedar diketahui, selain makruh tahrim terdapat juga kategori hukum makruh tanzih, jika melakukannya tidak ada konsekuensi apapun; dosa maupun pahala. Seperti halnya haram, hal-hal yang berhukum makruh tahrim harus dihindari. Sementara pada makruh tanzih, penghindaran itu hanya bersifat anjuran. 

Hukum tersebut di-istinbath-kan para ulama dari hadits riwayat Abu Dawud yang bersumber dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah melarang kaum muda mencium (pada saat berpuasa), dan memperbolehkan hal itu pada orang-orang tua yang telah lanjut usia. 

Mengapa Rasulullah membedakan orang tua dari pemuda?

Baca Juga:Hukum Lupa Niat Puasa Ramadhan dan Tidak Sahur Menurut Buya Yahya

Para ulama merasionalisasi pembedaan ini dengan argumen bahwa pada usia muda seseorang sedang berada pada puncak hasrat dan kemampuan seksualnya. Sedangkan pada orang tua biasanya hasrat dan potensi seksualnya telah banyak menurun.

Secara praktis, ciuman pada usia muda dikhawatirkan mengakibatkan pada ejakulasi. Atau menggoda pelakunya untuk menindak lanjutinya dengan interaksi seksual langsung karena kekurang mampuan orang muda untuk mengendalikan nafsu. 

Dalam pengertian itu, maka batasan tua atau muda hanya merujuk pada kondisi umum saja. jika ada pemuda yang sepenuhnya mampu mengendalikan diri, atau orang tua yang masih sangat tinggi hasrat dan kemampuan seksualnya, maka hukum yang berlaku bagi keduanya berbanding terbalik dengan keterangan di atas.

Ini karena masalah utamanya memang bukan tua atau muda, tetapi apakah tindakan itu akan mengarahkan pelakunya pada hal yang membatalkan puasa atau tidak. 

Hukum ini sesuai dengan kaedah fiqih ‘li wasail hukmil maqashid’ terhadap hal-hal yang mendukung atau mendorong atau menyebabkan diberlakukan hukum yang sama hasil akhirnya. Ketika ditentukan bahwa interaksi seksual langsung dan ejakulasi karena persentuhan kulit membatalkan puasa, maka perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada keduanya harus pula dihindari jauh-jauh. Pelukan, genggaman, dan sejenisnya, dengan nalar dan pertimbangan serupa, disamakan hukumnya dengan mencium. 

Tetapi hukum ini tidak serta merta mempengaruhi sah tidaknya puasa. Jika suatu saat di siang hari bulan Ramadhan mencium istri, dan tidak terjadi sesuatu akibat atau tindak lanjut apa-apa, maka puasa anda tetap sah, tidak batal, tetapi tingkat kesempurnaannya berkurang. (Al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab. VI, halaman: 355). Wallahu a'lam.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini