Mengetahui bahwa Yahmoen adalah seorang penghianat. Badjuri bersama prajurit tentara lainnya menyusun rencana untuk membunuh Yahmoen.
"Mata-matanya di setiap desa ada. Kalau di Desa Pakisaji itu ya Pak Yahmoen. Dan akhirnya dibunuh oleh Badjuri dan tentara itu ya sekitar tahun 1947," kata dia.
Sepeninggal Yahmoen, Belanda geram. Tentara Belanda yang bermarkas di dekat PG Kebonagung mencari siapa otak dari matinya Yahmoen.
Pada pertengahan tahun 1948, pada pagi hari yang normal. Badjuri tidak mengira bahwa hari itu adalah hari terakhirnya menjadi tentara. Dia seperti biasa sedang keliling sekitar Jalan Kauman Desa Pakisaji Kecamatan Pakisaji atau sebelah utara Pakisaji.
Baca Juga:Dengan Smartphone dan Kartu, Nasabah BRI Bisa Nikmati Promo HUT RI ke-76
Waktu itu, Badjuri menemukan salah satu tentara Belanda. Dalam pertarungan satu lawan satu, pria yang memiliki paras seperti orang Arab itu menang. Namun, saat detik-detik terakhir kematian tentara Belanda, terdapat suara tembakan.
"Nah jadi kan tentara itu bawa laras panjang. Itu ditembakkan. Dan dengar duar begitu. Akhirnya datanglah teman-teman tentara itu sekitar delapan sampai 10 orang," kenang Karmuji.
Karmuji pun waktu itu mengaku, menyaksikan langsung detik-detik terakhir kematian Badjuri. 13 tembakan dari senjata tentara Belanda menghujam badan Badjuri.
"Iya say waktu itu mau potong rambut. Pagi-pagi jam 10.00 apa jam 11.00 an begitu. Dan waktu itu saya dengar ada 13 tembakan ditembak ke Pak Badjuri," kata dia.
Badjuri yang kelahiran asli Pakisaji pun lantas waktu itu dimakamkan di belakang Masjid Besar Al-Ihsan. Dan kekinian dipindahkan ke TPU dekat Stasiun Pakisaji.
Baca Juga:Sambut HUT RI ke-76, Nasabah Bank BRI Dapat Nikmati Diskon hingga 76%
"Iya keluarganya yang meminta untuk dimakamkan di TPU dekat Stasiun Pakisaji sana," kata bapak dua anak itu.
Terpisah, salah satu saksi hidup juga, Remin (88) mengaku sempat diajak perang melawan tentara Belanda oleh Badjuri. Waktu itu Badjuri butuh banyak tentara untuk melawan Belanda. Sebab, tentara Indonesia kalah berdasarkan teknologi senjata.
"Di Belanda itu senjata laras panjang. Lah Indonesia bambu aja. Jadi pernah itu dikumpulkan 300-an warga di sebuah hutan di Desa Pendem Pakisaji. Diajak berperang untuk melawan Belanda," kenang bapak tiga anak itu.
Badjuri yang memiliki dua anak putri itu pun membakar semangat setiap warga Pakisaji yang rela berjuang untuk melawan Belanda.
"Ya dia bilang kita hanya punya Bambu runcing tapi hanya dengan ini bisa melawan Belanda. Wong orang Jowo itu nganggep Bambu Jowo itu sebagai hal keramat dan yakin iso ngalahkan Belanda (kan orang jawa itu menganggap bambu sebagai hal keramat dan yakin dengan hanya itu bisa mengusir Belanda)," kata dia.
Bambu rucingnya sendiri mempunyai ramuan khusus. Remin mengingat, bambu runcing sebelum digunakan perang diendapkan ke air lombok.