Sebab itulah, Tito meminta seluruh daerah agar segera melakukan sosialisasi penanaman mangrove di kawasan pesisir. Selain itu juga diminta agar mensosialisasikan konsep bangunan antigempa.
"Mulai sekarang sudah mulai sosialisasi dan penanaman itu. Antisipasi nggak ada salahnya ini juga upaya pelestarian," katanya.
Sembari melakukan sosialisasi, perlu juga dilakukan perawatan alat-alat yang berhubungan dengan bencana tsunami. Seperti Early Warning System (EWS) yang perlu dilakukan perbaikan.
Melalui alat ini, lanjut dia, masyarakat pesisir akan mendapatkan peringatan jika terdeteksi gelombang tsunami. Sehingga, mereka mendapatkan waktu yang cukup untuk evakuasi.
Baca Juga:Gempa Magnitudo 5,2 Guncang Barat Laut Melonguane
Di Banyuwangi sendiri, BMKG dan BPBD telah menentukan jalur pelarian dari tsunami di kawasan Pancer dan sekitarnya. Namun, jalur yang saat ini terbilang cukup jauh dan sulit.
Hasil simulasi yang pernah dilakukan, masyarakat membutuhkan waktu sekitar 10 menit untuk menyelamatkan diri di titik aman tsunami. Waktu 10 menit ini terbilang sangat mepet bahkan kurang.
Berdasarkan lokasi pemukiman di sekitar pantai Pancer, idealnya masyarakat harus berhasil melarikan diri dalam 5 menit saja. Namun karena medan yang cukup sulit dan jauh serta infrastruktur yang kurang memadai, menyebabkan evakuasi lebih lama.
Di wilayah Pancer ini, masyarakat harus menyeberangi sungai terlebih dahulu untuk mencapai bukit. Untuk itu, Mendagri RI menekankan perlunya di daerah rawan tsunami harus segera sosialisasi bersama BNPB, menyiapkan alat-alat deteksi dini.
"Sehingga bila terjadi tsunami bisa segera dengan cepat diberitahukan. Sambil sosialisasi membangun dengan konsep antitsunami," jelasnya.
Baca Juga:Daftar 5 Daerah Jawa Timur Rawan Diterjang Tsunami 29 Meter