SuaraMalang.id - Beberapa hari ini mencuat kasus kekerasan seksual menimpa puluhan siswa SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI). Kasus ini sendiri sudah dilaporkan ke kepolisian.
Terbaru, Wali Kota Batu Dewanti Rumpoko juga merespons kasus tersebut. Dalam waktu dekat Ia akan melakukan pertemuan dengan pihak sekolah terkait kasus tersebut.
Dewanti mengatakan hingga saat ini pihaknya masih belum bisa bertemu dengan pihak sekolah termasuk para korban yang telah melaporkan dugaan tindakan kekerasan seksual tersebut ke Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur.
"Sejauh mana kebenarannya, saya belum bisa bertemu dengan siapapun, termasuk dengan korban, dan pihak sekolah," kata Dewanti, dikutip dari Antara, Senin (31/05/2021).
Baca Juga:Kasus Dugaan Asusila SMA Selamat Pagi Indonesia, Begini Respon Kuasa Hukum Terlapor
Dewanti menyatakan sudah sempat berkomunikasi dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) terkait adanya laporan kejahatan luar biasa yang dilakukan oleh salah seorang pemiliknya berinisial JE, terhadap puluhan siswa.
Ia menambahkan saat ini, berdasarkan informasi yang diterima, korban masih dalam perlindungan, sehingga tidak bisa ditemui siapapun. Sementara untuk pihak sekolah menyatakan bahwa saat ini tengah melaksanakan kegiatan dinas di luar kota.
"Masih belum bisa ditemui, mudah-mudahan hari ini bisa dilakukan pertemuan, dan melakukan komunikasi," kata Dewanti.
Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), pada Sabtu (29/5) melaporkan temuan adanya dugaan kejahatan luar biasa kepada Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur. Kekerasan itu diduga dilakukan oleh pemilik salah satu sekolah di wilayah Kota Batu.
Pemilik sekolah tersebut, dituding melakukan kekerasan seksual, fisik, verbal, serta eksploitasi ekonomi terhadap belasan hingga puluhan siswa. Ketua Umum Komnas PA Arist Merdeka Sirait melaporkan temuan itu kepada Polda Jawa Timur.
Baca Juga:Wali Kota Batu Investigasi Kasus Dugaan Kekerasan Seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia
Komnas PA mendapatkan laporan pada pekan lalu, dari salah seorang korban. Setelah itu, Komnas PA melakukan tindak lanjut dengan mengumpulkan keterangan lain dari siswa, dan alumni yang tersebar di Indonesia.
Berdasar catatan Komnas PA, setidaknya sudah ada 15 orang siswa yang mengaku menjadi korban kekerasan tersebut. Pada saat melapor ke Polda Jawa Timur, Komnas PA mendampingi tiga orang siswa yang merupakan korban kekerasan tersebut.