Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Jum'at, 15 November 2024 | 20:07 WIB
Ilustrasi penampungan TKI Ilegal.

SuaraMalang.id - Tempat penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) ilegal di Kecamatan Sukun, Kota Malang, digerebek oleh Satreskrim Polresta Malang Kota.

Dari penggerebekan ini, 41 CPMI berhasil diamankan, dan dua orang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perdagangan orang.

Kapolresta Malang Kota, Kombes Pol Nanang Haryono, mengungkapkan bahwa kasus ini terkuak setelah adanya laporan penganiayaan terhadap salah satu CPMI berinisial HN (21), warga Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang.

Korban melaporkan bahwa ia dipukul oleh tersangka HNR (45) karena tidak sengaja membuat anjing peliharaan HNR mati.

Baca Juga: Sadis! Suami Bacok Istri di Malang, Diduga karena Masalah Rumah Tangga

Akibat penganiayaan tersebut, korban mengalami trauma dan harus menjalani perawatan di RS Saiful Anwar (RSSA) Malang.

“Kasus ini bermula dari laporan penganiayaan. Korban mengaku dianiaya dan kami langsung melakukan penyelidikan untuk memberikan keadilan kepada korban,” ujar Kombes Nanang dalam konferensi pers, Jumat (15/11/2024).

Penyelidikan lebih lanjut terhadap kasus penganiayaan ini mengungkap bahwa tempat penampungan CPMI bernama PT NSP, yang dikelola oleh tersangka HNR, beroperasi tanpa izin resmi.

Penggerebekan dilakukan di dua lokasi berbeda di Kecamatan Sukun pada 8 November 2024. Sebanyak 41 CPMI ditemukan di tempat tersebut.

“Hasil pemeriksaan saksi dan gelar perkara, kami menetapkan dua tersangka, yakni HNR sebagai penanggung jawab tempat penampungan dan DPP (37), kepala cabang PT NSP wilayah Malang,” kata Kombes Nanang.

Baca Juga: Aksi Heroik Tukang Bangunan Selamatkan Perempuan Korban KDRT di Pakis

Para CPMI direkrut melalui PT NSP dengan janji bekerja di Hongkong. Sebelumnya, mereka mengikuti pelatihan selama tiga bulan di sebuah Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Tangerang.

Setelah pelatihan selesai, mereka dikembalikan ke tempat penampungan di Malang. Namun, hasil penyelidikan menunjukkan bahwa PT NSP tidak memiliki izin resmi untuk menampung atau memberangkatkan CPMI.

Tersangka HNR dijerat dengan Pasal 351 subsider Pasal 352 KUHP terkait penganiayaan, serta Pasal 2 UU RI No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan Pasal 69 dan 71 UU RI No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Ancaman hukuman maksimalnya mencapai 15 tahun penjara.

Sementara tersangka DPP dijerat dengan Pasal 2 UU RI No. 21 Tahun 2007 dan Pasal 69 serta 71 UU RI No. 18 Tahun 2017 dengan ancaman hukuman serupa.

“Kami terus mendalami kasus ini, termasuk memeriksa pihak LPK di Tangerang yang bekerja sama dengan PT NSP,” tambah Kombes Nanang.

Dari 41 CPMI yang ditemukan, 13 orang telah dititipkan ke Rumah Aman (Safe House) Dinsos P3AP2KB Kota Malang, sementara 28 lainnya dipulangkan ke rumah masing-masing.

Polisi juga menemukan informasi bahwa beberapa CPMI dari tempat ini telah diberangkatkan ke Hongkong, meskipun jumlah pastinya belum dapat dipastikan.

Kasus ini menjadi peringatan keras terhadap praktik penampungan ilegal dan perdagangan orang. Polisi mengimbau masyarakat untuk berhati-hati memilih agen tenaga kerja dan melaporkan aktivitas mencurigakan kepada pihak berwenang.

“Penting bagi masyarakat untuk memastikan legalitas lembaga yang menawarkan pekerjaan ke luar negeri. Jika ada praktik mencurigakan, segera laporkan kepada kami,” tutup Kombes Nanang.

Pengungkapan ini menunjukkan komitmen Polresta Malang Kota dalam memberantas perdagangan orang dan melindungi hak-hak pekerja migran Indonesia.

Kontributor : Elizabeth Yati

Load More