SuaraMalang.id - Mantan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, drg Wiyanto Wijoyo, telah mengirimkan surat somasi kepada Bupati Malang, HM Sanusi, menyusul pencopotan dirinya dari jabatan tersebut pada akhir Maret 2024.
Surat tersebut juga ditembuskan kepada Menteri Dalam Negeri RI dan Gubernur Jawa Timur, diterima pada tanggal 22 Mei 2024.
Pencopotan Wiyanto terjadi di tengah kontroversi kebijakan Universal Health Coverage (UHC) yang diinisiasi oleh Pemkab Malang, menyebabkan pemerintah kabupaten menghadapi tunggakan iuran yang signifikan kepada BPJS Kesehatan.
Menurut Wiyanto, keputusan pencopotannya didasarkan pada tuduhan melampaui kewenangan yang diberikan kepadanya sebagai Kepala Dinas Kesehatan, suatu hal yang ia anggap sebagai tuduhan yang tidak adil dan berpotensi berakibat hukum baginya.
Baca Juga: Niat Cari Rezeki Berakhir Tragis! Kakek Pemotor Tewas di Hantam Panther
"Saya merasa dirugikan dengan pencopotan ini, bukan hanya karena cara keputusan diambil, tapi juga dampak hukum yang mungkin saya hadapi," ujar Wiyanto, dikutip hari Selasa (4/6/2024).
Wiyanto menambahkan, banyak pihak terlibat dalam pengambilan keputusan seputar program UHC, termasuk Inspektorat Daerah dan Kepala Bappeda.
Ia juga menyebutkan bahwa alokasi anggaran Jaminan Kesehatan dari APBD Kabupaten Malang sebesar Rp 194,07 miliar telah diusulkan untuk mendukung program tersebut, meski akhirnya dianggap terlalu besar dan perlu diusulkan kembali dalam Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) APBD 2023.
Menanggapi keberatan Wiyanto, kuasa hukumnya, Arifin, menyatakan bahwa surat yang diajukan telah sesuai dengan peraturan administrasi pemerintahan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Arifin menjelaskan bahwa ASN yang dijatuhi hukuman dapat mengajukan keberatan dan atasannya wajib menjawab dalam waktu 10 hari kerja.
Baca Juga: Kronologi Anak Robohkan Rumah Ibunya karena Harta Gono-Gini
"Jika tidak ada jawaban dari Bupati Malang dalam waktu 10 hari, kami berhak mengajukan banding administratif ke atasan yang lebih tinggi, yaitu Gubernur Jawa Timur," tegas Arifin.
Kasus ini memperlihatkan kompleksitas dalam manajemen administratif di sektor pemerintahan, khususnya dalam menghadapi kebijakan kesehatan yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat dan pejabat yang terlibat.
Kontributor : Elizabeth Yati
Berita Terkait
-
Sederet Bentuk Bakti Abidzar ke Umi Pipik: Rela Putus Sekolah sampai Somasi Netizen yang Hina Ibu
-
Kenapa Abidzar Putus Sekolah? Alasannya Bikin Haters yang Hina Umi Pipik Malu Sendiri
-
BRI Barabai Gandeng Kejaksaan, Ungkap Strategi Jitu Atasi Kredit Macet
-
Pengusaha Supercar Disomasi, Beda Kekayaan Rudy Salim Vs Firdaus Oiwobo Bak Langit Bumi
-
Berapa Penghasilan YouTube Rudy Salim? Konten Bareng Firdaus Oiwobo Berujung Disomasi
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
Terkini
-
BRImo Versi Bilingual Hadir: Transaksi Makin Lancar, Pengguna Makin Puas
-
Dinilai Sangat Strategis, Pembangunan Tol Malang - Kepanjen Butuh Dana Rp 7,5 Triliun
-
Sekolah Rakyat akan Dibuka di Malang, Ini Kategori Siswanya
-
Pencurian di Malang, CCTV Bongkar Aksi 2 Maling
-
Skandal Rupadaksa Guncang UIN Malang, Rektorat Turun Tangan: Terancam Sanksi Berat