Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Senin, 03 Oktober 2022 | 16:51 WIB
pelatih Arema FC berdoa di lokasi tragedi Kanjuruhan usai melakukan tabur bunga, Senin (3/10/2022). [Kontributor / Yuliharto Simon]

SuaraMalang.id - Seluruh manajemen dan pemain Arema FC melakukan tabur bunga di manumen Singa Tegar. Sembari membacakan doa kepada para supporter Arema yang meninggal dunia malam kemarin (1/10/2022). Tangis pun pecah ketika alunan doa dibacakan.

Manager Arema Ali Rifki memimpin pembacaan doa itu. Sekitar 5 menit doa itu dikumandangkan. Setelah itu, mereka pun menabur bunga sambil berlutut. Beberapa atribut supporter berada di monumen itu. Termasuk, sepatu salah satu Aremania yang telah wafat.

Pelatih Arema FC Javier Roca tak bisa berkata apapun. Diriya hanya bisa mengungkapkan jika, kejadian itu adalah titik nol dari era baru sepak bola di Indonesia. Pun, ia meminta agar kejadian itu tidak lagi terulang. Sehingga, tidak ada lagi nyawa yang melayang.

“Hasil pertandingan itu, tidak seharga dengan nyawa. Apalagi, yang meninggal lebih dari 100 orang. Ini sudah tidak masuk akal. Sudah gak pantas. Kita ini, terasa dalam hukuman. Kasarnya: menang hidup, kalah mati,” kata Javier, Senin 3 Oktober 2022.

Baca Juga: Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan Malang, Polri Periksa Sejumlah Pihak, Ini Daftarnya

Ia pun meminta maaf kepada seluruh keluarga korban dalam tragedi yang menarik perhatian dunia itu. dari yang luka-luka ataupun yang telah wafat. Karena itu, ia dan para pemain Arema, mendatangi rumah sakit tempat para korban dirawat. Serta, rumah korban yang meninggal dunia.

“Memang tidak akan selesai hari ini. Tapi, kami akan terus mendatangi mereka,” ucapnya. Ia pun akan melakukan infropeksi diri, dengan kejadian yang baru saja terjadi. Tidak perlu ambisi memenangi satu laga. “Semoga hari ini, adalah titik kedamaian dimulai dari Malang,” tambahnya.

Monumen yang baru diresmikan 11 Agustus 2022 itu pun terus didatangi warga. Satu per satu karangan bunga berisi ucapan belasungkawa berdatangan. Didirikan megelilingi monumen yang tingginya sekitar tujuh meter itu.

Salah satunya di sana adalah Sri Sujiati. Dirinya berdiri sambil menundukkan kepalanya di tempat itu. Air matanya terus menetes mengenang kejadian naas tersebut. Dia sangat terpukul dengan kejadian itu. Apalagi, kemarin (2/10/2022), mobil jenazah sering melintas di depan kediamannya.

Hatinya semakin kacau balau. Kecintaannya terhadap klub tersebut memang sudah mendarah daging. Walau, dia tidak pernah mau untuk nonton di stadion. “Saya sih biasanya hanya nonton di televisi saja,” ungkapnya.

Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan Masuk Bencana Sosial, Mensos Beri Santunan Rp15 Juta Bagi Ahli Waris Korban

Namun, jika anak bungsunya berada di Malang, bisa dipastikan kedua anaknya akan ke stadion untuk nonton pertandingan itu. Bersyukur, anaknya itu kini sedang bekerja di Kalimantan. Sehingga, hanya bisa melihat pertandingan itu di tayangan TV.

"Sedih saya mas. Mereka jauh-jauh datang ke sini (Stadion Kanjuruhan) hanya untuk nonton Arema main. Tau-taunya, jadi begini. Mereka meninggal. Ada yang luka-luka. Kasian bapak, ibu, adek, mas. Apalagi ada yang masih sekolah," kata Sri saat ditemui usai tabur bunga.

Kesedihannya bertambah ketika melihat monumen tersebut. Seharusnya, monumen itu adalah icon baru untuk Arema. Berdiri megah di depan stadion Kanjuruhan. Namun, kini monumen itu menjadi tempat tabur bunga.

“Kenapa ada monumen ini, malah membawa nyawa. Padahal, baru Agustus kemarin diresmikan. Seharusnya, ini menjadi kebanggaan masyarakat Malang. Sekarang, saya gak kuat melihat ini semua. Apalagi, saya harus masuk stadion. Sangat berat,” terangnya.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Load More