Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 26 Mei 2022 | 15:30 WIB
Manuskrip kuno di GPIH Malang [SuaraMalang/Bob Bimantara]

"Itu dijaga. Tidak hanya dikasih CCTV, tapi kalau menyentuh benda itu akan bunyi tiiit tiit tiit," tuturnya.

Oleh karena itu, saat meninjau ke lokasi, dua manuskrip itu tidak bisa ditunjukan langsung. Wartawan online ini hanya bisa memfoto dari balik almari berkaca itu.

"Dua kitab itu berat. Satu kitab seberat lima kilogram dua kitab jadi 10 kikogram," ujarnya.

Pemerhati Budaya Malang, Agung H. Buana menambahkan, dua manuskrip itu tidak dipakai karena memang berbahasa Belanda Kuno.

Baca Juga: Apa itu Thogut? Julukan untuk Polisi dari Mahasiswa Terduga Teroris di Malang

Dia menjelaskan, saat itu kitab itu dibawa dari Belanda ke Kota Malang, karena gereja itu dikhususkan untuk jamaah yang merupakan warga Belanda tinggal di Kota Malang.

"1861 dibangun diperuntukan untuk pegawai dan pejabat Hindia-Belanda jadi itu gereja negara. Maksudnya khusus untuk orang-orang Belanda. Dan pembangunannya dibiayai oleh orang Belanda," tuturnya.

Agung juga mendukung, jika dua manuskrip itu disimpan di dalam gereja. Menurutnya, di Perpustakaan Nasional belum mempunyai teknologi untuk menyimpan manuskrip berusia ratusan tahun.

"Di dalam gereja itu manuskrip itu dilindungi banget dimasukan lemari bagus dan dikasih pencahayaan. Sehingga pelestariannya lebih terjamin. Perpustakaan belum punya teknolohi untuk menyimpan manuskrip berumur ratusan tahun," ujarnya.

Kontributor : Bob Bimantara Leander

Baca Juga: Universitas Brawijaya Buka Suara Terkait Mahasiswanya Tertangkap Densus 88 hingga Respons Wali Kota Malang Sutiaji

Load More