Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Jum'at, 20 Mei 2022 | 13:33 WIB
Rawa Bayu atau Rowo Bayu di Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi yang diyakini sebagai lokasi asli cerita KKN di Desa Penari. [Suara.com/Achmad Hafid Nurhabibi]

SuaraMalang.id - Cerita KKN di Desa Panerai yang diangkat menjadi film layar lebar terus jadi perbincangan publik. Terutama perihal lokasi asli Desa Penari.

Belakangan ini kisah horor tersebut diungkap Sudirman, seorang penjaga situs Rowo Bayu atau Rawa Bayu yang berlokasi di Desa Bayu, Kecamatan Songgon, Kabupaten Banyuwangi saat berbincang dengan Menteri BUMN Erick Thohir.

Dia bercerita di tahun 2008, Desa Bayu menerima sekelompok mahasiswa yang berjumlah 8 orang tengah menjalankan tugas KKN, namun dua diantaranya masuk kawasan hutan di utara situs Rowo Bayu. 

Mereka berdua mengaku sempat bertemu seseorang dan mampir di sebuah rumah hingga dijamu dengan beberapa suguhan. Hendak pulang, kedua mahasiswa itu diberi bekal makanan yang dibungkus kertas koran.

Baca Juga: KKN di Desa Penari Jadi Film Indonesia Terlaris, Tissa Biani Sempat Terpuruk Gegara Ini

Setiba di bawah tiang bendera Rowo Bayu, keduanya menunjukkan bekal dari seseorang yang telah menemui mereka. Sontak mereka kaget, bukan lagi berbentuk bungkus koran, tetapi malah berubah menjadi bingkisan daun talas yang berisi kepala kera.

Dalam video unggahan Erick Thohir tersebut, Sudirman mengaku cerita tersebut bersumber dari Kepala Desa Bayu, Sugito.

Ditemui Suara.com, Sugito blak-blakan mengungkap cerita KKN di Desa Penari. Dia menyebut, keberadaan lokasi Desa Penari asli memang tidak ada secara pasti, namun dugaan kuat desa misterius itu berada di alam gaib.

"Kalau di sini ngomong Desa Penari tidak ada, tapi kalau secara gaib memang di sini banyak, kalau gaib di rawa bayu itu, kalau kita lihat dengan orang-orang yang tau dengan yang sebenarnya atau alam gaib itu, ada istana dan tempat-tempat gaib disini banyak," kata Sugito, Jumat (20/5/2022).

Sekelompok mahasiswa yang melaksanakan KKN di Desa Bayu juga tak sampai tuntas dan hanya berdurasi sekitar satu minggu. Usai kejadian dua mahasiswa membawa kepala kera, keduanya sempat mengalami sakit hingga beberapa hari dan dicoba untuk diobati masyarakat setempat dan tak kunjung sembuh.

Baca Juga: Cerita Sewu Dino Lengkap, Kisah yang Lebih Mengerikan dari KKN di Desa Penari!

"Setelah itu, mereka sakit beberapa hari dan sudah dicoba untuk diobati beberapa orang dan tetap tidak sembuh, akhirnya mereka pulang ke Surabaya, selang beberapa bulan kabarnya kedua mahasiswa itu meninggal," ungkap Kades Bayu.

Kejanggalan tak selesai di sana, cinderamata yang dulunya diberikan sekelompok mahasiswa KKN dari kota Surabaya tersebut juga hilang, padahal setiap kegiatan semacam ini di Desa Bayu, kenang-kenangan dari mahasiswa pasti tertata rapi dan tersimpan dengan baik.

Mengenai adanya sebuah hutan larangan yang ada dalam cerita viral KKN di Desa Penari, Sugito menyatakan tidak ada. 

"Di sini ini termasuk hutan lindung, kalau di sekelilingnya rowo bayu hutan produksi. Jadi di rowo bayu itu ada 3 hektar lokasi hutan lindung dan ada 8 hektar pendukung, jadi tidak ada hutan larangan," ungkapnya.

Jarak sekitar 3 kilometer dari rowo bayu, terdapat sebuah perkampungan yang tak lagi berpenghasilan. Perkampungan itu disebut Ndarungan yang dulunya merupakan tempat singgah para pekerja perkebunan Bayu Lor. Namun sejak tahun 2000, seluruh pekerja dialihkan ke perkampungan Telepak. Dulunya, Ndarungan sempat dihuni sebanyak 18 KK.

Setelah mencoba menelusuri lebih dalam, Sugito menemukan ada dua perkampungan yang sudah hilang sejak tahun 1915 silam, lokasi ada di sekitar Ndarungan. 

Meski ada temuan tersebut, Sugito tidak menemukan bekas-bekas bangunan dan perkampungan.

"Kalau soal kampung hilang saya punya data-datanya, saya mencoba menelusuri namun tidak ketemu bekas bangunnya, saat tepat di lokasi kampung hilang tersebut, GPS saya tiba-tiba mati," cetus Sugito.

Tambahan informasi, rowo bayu sendiri merupakan tempat wisata yang berjarak sekitar 35 kilometer dari Kota Banyuwangi dan berada di ketinggian 800 meter di atas permukaan laut (mdpl). Di tempat ini, terdapat petilasan Prabu Tawang Alun yang merupakan salah satu Raja Blambangan, di sana terdapat tiga mata air atau sendang. Ketiga mata air tersebut diberi nama Sendang Keputren, Sendang Wigangga, dan Sendang Kamulyan.

Kontributor: Achmad Hafid Nurhabibi 

Load More