Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Rabu, 26 Januari 2022 | 17:39 WIB
Patung Dewa Bumi atau Fu Tek Cen Sen patung tertua yang dibawa seorang dari China ke Klenteng Eng An Kion Kota Malang, Rabu (26/1/2022). [Suara.com/Bob Bimantara Leander]

SuaraMalang.id - Total ada 28 patung dewa di Klenteng Eng An Kiong di Kota Malang, Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, terdapat satu patung tertua yang dibawa seorang pedagang asal Provinsi Hokkien, Tiongkok sebelum tahun 1825.

Patung Dewa tersebut adalah Fu Tek Cen Sen atau Dewa Bumi.

Wakil Ketua Yayasan Klenteng Eng An Kiong Herman Subianto menjelaskan, pembawa patung tersebut adalah seorang dari provinsi Hokkien China. Dia ke Indonesia tujuannya adalah untuk berdagang.

"Namanya siapa kurang tahu pokoknya dia adalah pedagang dan membawa patung Dewa Bumi ini," tutur dia, Rabu (26/1/2022).

Baca Juga: Viral Ornamen Lampu Hias di Kayutangan Heritage, Begini Penjelasan Pemkot Malang

Herman menambahkan, waktu tahun tersebut pria tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk merantau dari Tiongkok atau China ke Indonesia. Tantangannya di lautan cukup berat. Namun untungnya pria itu bisa selamat hingga sampai ke Malang.

"Jadi hanya perseorangan dari negara China sendiri mereka naik kapal. Kalau sekarang bisa satu minggu naik pesawat. Dulu berbulan-bulan. Mereka bawa ke sini itu dua sampai tiga bulan prosesnya lama," ujar dia.

Karena merasa bersyukur, pria itu menaruh patung Dewa Bumi itu di Klenteng Eng An Kiong. Waktu sebelum tahun 1825, Klenteng Eng An Kiong masih berupa perumahan belum menjadi tempat ibadah.

"Ditaruh di sini disembahyangi sebagai rasa terimakasih kepada patung ini karena prnuangannya berbulan-bulan bisa selamat," ujar dia.

Melihat pria tersebut sembahyang ke patung dewa bumi itu, warga sekitar juga ikutan sembahyang juga. Sehingga di situ dijadikan tempat beribadah.

Baca Juga: Wali Kota Malang Imbau Masyarakat Tak Khawatir Kepulangan Pekerja Migran di Tengah Maraknya Kasus Omicron

"Sehingga terdapat peribadatan kecil di perumahan lah habis itu satu dua tahun ada yang datang di negeri China bawa patung dewa lagi. Mereka ndak ada tempat jadi nunut tempat di sini," tutur dia.

Lama-lama patung dewa cukup banyak dan Klenteng Eng An Kiong menutup penitipan patung dewa.

"Lama-lama berhubung banyak dikasih tempat dikasih ruangan kayak gini sudah banyak ya kita stop," ujar dia.

Sementara itu, patung dewa Fu Tek Cen Sen sendiri terbuat dari kayu. Patung tersebut pun ukurannya kecil.

"Ya dari kayu dan biasanya ukurannya kecil memang kalau patung dari China," tutur dia.

Letaknya sendiri, patung Dewa Bumi itu terletak di altar utama Klenteng Eng An Kiong. Patung tersebut biasanya digunakan tempat ibadah utama di Klenteng Eng An Kiong.

"Ya karena patung pertama kami tempatkan di altar utama seperti itu," tutur dia.

Para penganut Kong Hu Cu sendiri biasanya berdoa di patung Dewa Bumi itu karena dipercaya mampu memberikan ketenangan hati, usaha lancar, hingga bisa mengobati segala penyakit.

"Dewa Bumi ini dulunya sastrawan makannya mampu memberikan ketenangan hati. Usaha lancar bisa dan terhindar dari malapetaka. Dewa Bumi ini tau pengobatan. Jadi berdoa ke dewa bumi mampu menghindari penyakit dan bencana alam," ujar dia.

Dewa Bumi sendiri, menurut  Herman, dipercaya sebagai dewa tertua di wilayah China.

"Umurnya 3000 tahun lalu. Di China Dewa Bumi ini dewa tertua. Ada yang Kong Hu Chu atau Budha itu umurnya 2500 atau 2000 tahun lalu," imbuhnya.

Sementara itu, untuk merayakan Hari Raya Imlek yang jatuh 1 Febuari 2022 mendatang, para penganut Kong Hu Cu terlihat sembahyang terakhir. Tujuannya untuk mengantarkan para dewa kembali ke kayangan atau ke Tuhan Yang Maha Esa.

"Untuk melaporkan insanis perbuatannya, kebajikannya bagaimana itu dilaporkan ke Tuhan Yang Maha Esa," tutur dia.

Terlihat puluhan umat khusyuk sembahyang dari satu altar ke altar lainnya.
Mereka bergantian memasang dupa dan menyembah patung dewa.

"Habis itu terus bersih-bersih ruang altar supaya ketika hari Imlek sudah bersih," pungkasnya.

Kontributor : Bob Bimantara Leander

Load More