SuaraMalang.id - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi bakal jemput bola vaksinasi Covid-19 khusus warga lanjut usia (lansia), lantaran tingkat pertisipasi rendah. Warga enggan disuntik vaksin diduga terpengaruh informasi bohong tentang bahaya Vaksin AstraZeneca.
Sebelumnya, Kabupaten Banyuwangi telah menerisma 254.180 dosis Vaksin AstraZeneca yang 59 persen dialokasikan untuk warga lansia.
Juru Bicara Satgas Covid-19 Banyuwangi dr. Widji Lestariono mengatakan, bahwa vaksin AstraZeneca aman, sebab, vaksin yang baru saja diterima bukan vaksin batch code CTMAV547 yang penggunaannya telah dihentikan sementara oleh pemerintah.
Maka, lanjut dia, diimbau masyarakat tidak ragu untuk vaksinasi, terutama para lansia yang menjadi prioritas vaksinasi tahap dua.
“Kami imbau masyarakat agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi sesat atau hoaks tentang vaksin, dan mari kita bersama-sama memperkuat imun, salah satunya dengan vaksin Covid-19," katanya dikutip dari jatimnet.com jaringan suara.com, Rabu (19/5/2021).
Tingkat kesertaan vaksinasi warga lansia diakui masih rendah. Hal itu diduga imbas warga yang kurang memahami informasi terkait vaksin Covid-19.
Merespon itu, Satgas Covid-19 Banyuwangi bakal jemput bola vaksinasi lansia yang tak memungkinkan datang ke puskesmas. Sasaran prioritas vaksinasi lainnya kali ini adalah petugas pelayanan publik, pelaku ekonomi dan kalangan lainnya.
"Insyaallah aman. Saya yakin semuanya sehat, dan kalau divaksin tambah sehat," sambungnya.
Diterangkan dalam laman resmi Satgas Covid-19, bahwa penggunaan vaksinasi AstraZeneca terus dilakukan. Hanya penggunaan AstraZeneca dengan batch CTMAV547 saja yang dihentikan sementara, sambil menunggu hasil investigasi dan pengujian dari Badan POM selama satu atau dua minggu ke depan.
Baca Juga: Ilmuwan Sebut Vaksin Dapat Mencegah 97 Persen Varian Covid-19 India
Keterangan resmi itu juga menyatakan bahwa tidak ada kasus orang meninggal karena vaksin di Indonesia. Kasus orang meninggal setelah divaksin adalah disebabkan hal lain yang bukan vaksin.
Sementara, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan AstraZeneca haram karena terdapat elemen tripisin atau kandungan babi.
Namun penggunaannya tetap diperbolehkan karena pertimbangan kedaruratan, tak mencukupinya jumlah vaksin halal, dan ketidakkuasaan pemerintah dalam memilih jenis vaksin sehingga harus menggunakan yang ada, termasuk AstraZeneca.
Vaksin Covid-19 yang telah digunakan dalam program vaksinasi di Indonesia adalah AstraZeneca yang diproduksi di SK Bioscience Co.Ltd., Andong, Korea Selatan dan Sinovac buatan Sinovac Biotech Ltd, Cina.
Selain keduanya Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/9860/2020, juga memperbolehkan penggunaan vaksin dari PT Bio Farma (Persero), Sinopharm dari Cina, Moderna asal Amerika Serikat, dan Pfizer milik Rusia.
Berita Terkait
Terpopuler
- 10 Rekomendasi Tablet Harga 1 Jutaan Dilengkapi SIM Card dan RAM Besar
- 5 Rekomendasi Motor Listrik Harga di Bawah Rp10 Juta, Hemat dan Ramah Lingkungan
- 20 Kode Redeem FC Mobile Terbaru 4 Oktober 2025, Klaim Ballon d'Or dan 16.000 Gems
- Rhenald Kasali di Sidang ASDP: Beli Perusahaan Rugi Itu Lazim, Hakim Punya Pandangan Berbeda?
- Beda Pajak Tahunan Mitsubishi Destinator dan Innova Reborn, Lebih Ringan Mana?
Pilihan
-
Formasi Bocor! Begini Susunan Pemain Arab Saudi Lawan Timnas Indonesia
-
Getol Jualan Genteng Plastik, Pria Ini Masuk 10 Besar Orang Terkaya RI
-
BREAKING NEWS! Maverick Vinales Mundur dari MotoGP Indonesia, Ini Penyebabnya
-
Harga Emas Terus Meroket, Kini 50 Gram Dihargai Rp109 Juta
-
Bursa Saham 'Pestapora" di Awal Oktober: IHSG Naik, Transaksi Pecahkan Rekor
Terkini
-
Lewat MotoGP Mandalika 2025, BRI Dorong Sport Tourism Nasional dan Kebangkitan Ekonomi Daerah
-
BRI Kembangkan UMKM Kuliner Asal Padang Agar Siap Bersaing di Pasar Global
-
BRI Gelar Consumer Expo 2025 di Surabaya: Solusi Finansial Terintegrasi untuk Gaya Hidupmu!
-
Rebutan DANA Kaget, Khusus Warga Malang, Siapa Cepat Dia Dapat
-
Lewat AgenBRILink, BRI Hadirkan Layanan Inklusi Keuangan di 66 Ribu Desa