Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Sabtu, 05 November 2022 | 14:53 WIB
Devi Atok (kiri) saat menyaksikan autopsi kedua anaknya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. Autopsi terhadap korban Tragedi Kanjuruhan dilakukan pada Sabtu (5/11/2022). [Suara.com/Yuliharto]

SuaraMalang.id - Devi Atok tak bisa menahan tangis mengingat kondisi kedua anaknya sebelum dimakamkan beberapa waktu lalu. Dua anaknya, Natasya Debi (16) dan Nayla Debi (13) menjadi korban dalam Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan 135 jiwa, termasuk dua buah hatinya.

Saat menonton pertandingan Arema melawan Persebaya, kedua putrinya itu datang bersama sang ibu. Gebi Asta Putri Purwoko. Dia pun ikut meninggal atas kejadian itu. Namun, hanya jenazah kedua putrinya itu yang diaotopsi.

Sambil terus menangis, Devi berusaha menceritakan kondisi kedua putrinya sebelum dimakamkan. Ketika sedang dimandikan.

Ketika itu, ia melihat badannya berwarna hitam. Salah satu dari mereka mengeluarkan busa dari mulut dan hidung. Memberikan aroma amoniak dari busa itu.

Baca Juga: Enam Dokter Forensik Lakukan Autopsi Terhadap Dua Korban Meninggal Tragedi Kanjuruhan

"Anak saya itu diracun. Diberikan gas beracun. Dibantai. Tidak ada bekas injakan di tubuh anak saya. Semoga ada keadilan untuk kedua anak saya," katanya saat ditemui di depan makam anaknya, TPU Dusun Pathuk, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang, Sabtu (5/11/2022).

Pun ia meminta agar tidak ada lagi pembohongan publik, yakni terkait adanya pernyataan yang menyebut bahwa kematian 135 orang, bukan karena gas air mata.

"Jangan lagi ada kebohongan. Kasihan mereka (korban Tragedi Kanjuruhan). Saya rela kedua anak saya diautopsi. Agar, membuka fakta yang sebenarnya," tambahnya.

Pendamping hukum Devi Atok, Imam Hidayat menginginkan agar tidak hanya pasal 359 dan 360 KUHP yang diberikan. Tetapi menambah pasal 388 dan 340 KUHP.

"Sehingga, semua yang terjadi dapat terbongkar. Nggak hanya berhenti di enam orang itu saja," tegasnya.

Baca Juga: Berkas Perkara Tragedi Kanjuruhan masih P-18, Aremania Minta Polda Jatim Tambahkan Pasal Dugaan Pembunuhan ke Tersangka

Sebenarnya, Devi dan keluarganya sudah mengajukan aotopsi pada 10 Oktober 2022. Hanya saja, ada oknum polisi yang selalu mengintimidasi keluarga. Berbagai narasi diberikan beberapa oknum polisi yang datang.

Alhasil, pada 17 Oktober 2022 Devi memutuskan untuk mencabut permohonan tersebut.

"Setelah itu, 22 Oktober kemarin, keluarga kembali mengajukan autopsi. Sampai akhirnya hari ini autopsi itu berjalan. Intinya kami ingin kasus ini diusut tuntas. Dengan seadil-adilnya. Jangan ada yang ditutup-tutupi lagi. Jangan ada pembohongan publik," ucapnya.

Sementara itu, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto mengatakan, autopsi dilakukan berdasarkan instruksi dari Kapolda Jatim Irjen Pol Toni Harmanto. Pihaknya memberikan fasilitas yang dibutuhkan tim Persatuan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Jatim.

"Kami juga membantu menyiapkan sarana yang diperlukan oleh tim dari PDFI Jatim dan Alhamdullillah Ketua PDFI Jatim dr Nabil yang memimpin. Kami membantu menyiapkan pengamanan di sini (sekitar pemakaman)," ucapnya.

Ketua PDFI Jatim dr Nabil Bahasuan menjelaskan, tim independen yang melakykan aotopsi itu terdiri dari delapan orang.

Enam di antaranya operator operasi di lapangan dan dua penasihat. Semua tim medis yang melakukan autopsi, dikumpulkan dari pelbagai institusi pendidikan kedokteran dan empat fasilitas kesehatan (faskes) di Jatim.

"Pertama institusi pendidikan Fakultas Kedokteran Hang Tuah Surabaya, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Malang," jelasnya.

Ada juga dari fasilitas kesehatan (Faskes), di antaranya RSUD Kabupaten Kanjuruhan, RSUD dr Soetomo, RSUD Sarifah Bangkalan dan RS pendidikan Unair.

Kontributor : Yuliharto Simon Christian Yeremia

Load More