Scroll untuk membaca artikel
Galih Priatmojo
Minggu, 09 Oktober 2022 | 16:48 WIB
Pintu 13 Stadion Kanjuruhan, Malang, Senin (3/10/2022). [Suara.com/Yuliharto Simon]

"Saya baru pertama kali menolong (korban) seperti ini, saya trauma  (Dewa terdiam sejenak, berlinang air mata) saya tidak bisa membayangkan anak kecil ini (meninggal tragis)," kata Dewa dengan nada terbata-bata, tangannya gemetaran.

Dewa telah sekuat tenaga berusaha menolong para korban, kendati mendapat penganiayaan, baik dari suporter dan aparat kepolisian.

Namun, akibat penganiayaan itu, Dewa kejang-kejang lalu tak sadarkan diri. Ia kemudian dilarikan ke RSUD Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang. Kondisinya kritis mulai pukul 23.00 hingga 02.00 dini hari.

Sempat sadarkan diri, namun kembali kambuh dan dirujuk ke RSI Unisma. Sabtu (8/10/2022) sore Ia diperbolehkan rawat jalan. 

Baca Juga: Terjawab Kapan Jadwal BRI Liga 1 Kembali Akan Dirilis, Hasil Pertemuan 18 Klub dan PT LIB

Dewa kemudian mendatangi Posko Layanan Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) lantaran trauma yang dideritanya.

Sejumlah penonton membawa rekannya yang pingsan akibat sesak nafas terkena gas air mata yang ditembakkan aparat keamanan dalam kericuhan usai pertandingan BRI Liga 1 antara Arema FC melawan Persebaya Surabaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022) malam. [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]

"Saya tidak sempat makan, mual, muntah. Masih terbayang-bayang (peristiwa mencekam tragedi kanjuruhan), trauma," jelasnya.

Pasca konseling, Dewa merasa sedikit terobati. Kendati demikian, wajah anak korban tragedi Kanjuruhan terus terbayang.

Diakui Dewa, pihak keluarganya dendam kepada aparat kepolisian. Namun, Ia berusaha meredam amarah keluarga agar tak mendendam.

"Sesama manusia tidak boleh dendam, saya dipukuli saya tidak masalah," ujarnya. 

Baca Juga: Hasil Sementara Investigasi TGIPF: Stadion Kanjuruhan Tak Layak Dipakai Pertandingan High Risk Match

Kontributor : Aziz Ramadani

Load More