Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Rabu, 10 Agustus 2022 | 20:05 WIB
Petani Jumantoro protes ke DPRD Jember [Foto: Beritajatim]

"Mbok yao, pemerintah pusat yang katanya profesor, ahli-ahli, dan mereka yang jargonnya peduli kepada masyarakat kecil, wong cilik, turunlah ke bawah," ujarnya.

"Petani sekarang kalau kata orang Madura, dek deje dek laok (ke utara, ke selatan, red) cari pupuk subsidi tidak dapat barangnya," keluh Jumantoro.

Jumantoro juga meyerukan kepada Himpunan Kerukunan Tani Indonesia dan Kontak Tani Nelayan Andalan juga ikut bersuara lantang.

"Turun ke bawah, sampaikan apa adanya, sehingga kondisi riil di lapangan jadi referensi pengambilan kebijakan. Tidak asal-asalan," katanya.

Baca Juga: Jatuh 'Dengan Gaya' di Jember Fashion Week, Model Ini Viral dan Tuai Pujian Dari Warganet

Ia tidak mempermasalahkan kenaikan harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi, tapi kenaikannya wajar agar kebutuhan petani masih bisa tercukupi.

"Kalau pupuk bersubsidi mau dicabut ya dicabut, tapi konsekuensinya pemerintah menjamin subsidi harga kepada petani," katanya.

"Jangan dilepas. Sektor pertanian yang hanya Rp 60 triliun dikurangi menjadi Rp 33 triliun. Katanya Indonesia tahan banting karena ada petani. Tapi sekarang petaninya pontang-panting," kata Jumantoro.

Pencabutan pupuk bersubsidi akan membuat biaya operasional meningkat dan berkonsekuensi pada penurunan hasil panen. Jika sudah demikian, Jumantoro memperkirakan, pemerintah akan mengandalkan impor produk pertanian.

"Yang untung importir. Kita bicara kedaulatan pangan, ketahanan pangan, kalau kebijakannya seperti ini, saya jamin apa yang diinginkan pemerintah hanya akan jadi angan-angan. Bukan kemandirian pangan yang kita rasakan, tapi kehancuran pangan yang kita dapatkan," ujarnya.

Baca Juga: Tak Hiraukan Perubahan Iklim, Petani di Bantul Tetap Lestarikan Metode Pranta Mangsa untuk Tentukan Masa Tanam

Load More