Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Kamis, 23 Juni 2022 | 21:36 WIB
Ilustrasi kekerasan perempuan dan anak. [Suara.com/Iqbal Asaputro]

Termasuk peningkatan kapasitas layanan Kesejahteraan sosial dan Perlindungan anak, layanan di tingkat masyarakat/berbasis masyarakat, edukasi pengasuhan positif dan penguatan kapasitas anak sebagai pelopor dan pelapor.  Harapannya daerah-daerah lainnya bisa melakukan replikasi  pengembangan sistem perlindungan anak.

Kekerasan pada anak sampai saat ini masih menjadi isu nasional yang butuh upaya luar biasa dan banyak kolaborasi semua pihak untuk bisa mencegahnya. Berbagai upaya sudah dilakukan, termasuk membangun sistem perlindungan anak yang sudah dilakukan di berbagai daerah.

"Hal baik dalam sistem perlindungan anak bisa diadopsi serta dikembangkan ke berbagai daerah. Termasuk Jatim yang kini terus fokus dalam mewujudkan provinsi dan Kabupaten/kota layak anak dan GERAKAN 5 STOP dengan memperkuat sistem perlindungan anak," jelasnya.

Selain kekerasan pada anak, perkawinan anak di Jatim juga tinggi. Termasuk juga kasus perundungan serta aksi kekerasan yang melibatkan anak. "Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan pada anak tak bisa sendirian, makanya kehadiran banyak pihak dalam rangka sistem perlindungan anak ini bisa terus dilakukan," jelasnya. 

Baca Juga: Pemkab Bondowoso Seriusi 8 Aduan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak

Pandemi Covid-19 juga membawa efek domino pada peningkatan kekerasan pada anak. UNICEF memastikan model adaptif yang responsif terhadap konteks pemrograman pandemi Covid-19 dan mengadopsi pendekatan ekologis untuk mengatasi kerentanan anak-anak yang disebut Lingkungan Aman dan Ramah untuk Anak-Anak (SAFE4C) sejak awal 2021.

Pada masing-masing wilayah dan daerah, lanjutnya, UNICEF bekerjasama dengan OPD terkait dengan melibatkan Lembaga Masyarakat termasuk LPA untuk bisa mendorong stakeholders local.

Ketua LPA Jatim Anwar Sholikhin menuturkan, permodelan sistem perlindungan anak bagi para OPD dan stakeholders perlindungan anak bisa dijadikan rujukan di semua kabupaten/kota di Jatim. 

Setidaknya dalam langkah awal ini 14 kabupaten/kota akan menjalani, nantinya harapannya bisa diikuti oleh daerah lain.  "Karena perlindungan anak ini bersifat holistic, jadi harus bisa dikembangkan oleh berbagai pihak," katanya. 

Selain kekerasan anak, lanjutnya, perkawinan anak di Jatim memang tinggi.  Angka perkawinan anak di Jawa Timur yaitu 10,7 persen, lebih tinggi dibandingkan dengan angka rata-rata nasional 10,35 persen, sementara pencatatan kelahiran untuk anak balita stagnan di 83 persen. 

Baca Juga: Kekerasan Perempuan Tembus 301.878 Kasus, Deputi V KSP: Alhamdulillah UU TPKS Sudah Disetujui

Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI, maka upaya pencegahan kekerasan berbasis gender semakin kuat. 

Load More