Scroll untuk membaca artikel
Abdul Aziz Mahrizal Ramadan
Jum'at, 25 Maret 2022 | 18:08 WIB
Asuro berunjuk rasa menolak wacana penundaan Pemilu 2024 di depan Balai Kota Malang, Jumat (25/3/2022). [Suara.com/Bob Bimantara Leander]

SuaraMalang.id - Massa yang tergabung dalam Aliansi Suara Rakyat (Asuro) demo menolak wacana penundaan Pemilu 2024 di depan Balai Kota Malang, Jumat (25/3/2022).

Penundaan pemilu dinilai sebagai bentuk pengkhianatan terhadap UUD 1945. Penundaan dan wacana perpanjangan masa jabatan presiden juga dianggap melukai hati rakyat.

"Di UUD 1945 jelas pada Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) sudah menyatakan di sana bahwa jabatan presiden dan wakil presiden dipilih setiap lima tahun sekali. Jadi kalau penundaan pemilu ini jelas melanggar amanat UUD 1945 dan menciderai hati rakyat," tutur Koordinator lapangan massa aksi, Jenima Harianja.

Sementara itu, lanjut dia, jika wacana penundaan itu berlangsung, maka kepimpinan Presiden Joko Widodo akan tetap berlanjut. Padahal, menurutnya, selama dua periode kepemimpinan Jokowi dianggap banyak merugikan masyarakat.

Baca Juga: Gaungkan Wacana Tunda Pemilu, Cak Imin Ungkap Sikap Ketum-ketum Parpol: Semua Masih Rahasia, Serba Tertutup

Menurut Jenima, Presiden Jokowi  harus bertanggungjawab atas kematian atau menghilangnya 7500 jiwa akibat kurang lebih 18 ribu kejadian bencana alam selama 2016 hingga 2021.

Bencana alam itu, ia menilai, diakibatkan abainya Pemerintahan Jokowi yang abai tentang kelestarian lingkungan dan keberlanjutan hutan.

"Hal ini sejalan dengan masih eksisnya UU Cipta Kerja meskipun dinyatakan inskonstitusional bersyarat oleh MK. Hal ini pun berakibat pada alih fungsi hutan sekitar 33,5 juta hektar menjadi tempat usaha dari 120 juta hektar hutan di Indonesia. Pada masa pemerintahan Jokowi kemudahan perizinan membangun usaha itu tidak bisa kita pungkiri. Dan korban bencana alam ini terjadi atas kemudahan izin usaha pada masa pemerintahan Jokowi," tutur dia.

Selain itu, kriminaslisasi terhadap aktivis yang menyuarakan hak asasi manusia (HAM) menjadi catatan buruk, bahwa pemerintahan Jokowi harus berhenti di tahun 2024.

Kriminalisasi yang dimaksud baru-baru ini menimpa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti yang dilaporkan Menko Luhut Binsar Pandjaitan.

Baca Juga: KPU Usul Anggaran Pemilu 2024 Rp76 Triliun, Petani Kopi Menjerit

"Dan itu dilaporkan atas pencemaran nama baik, UU ITE dan ini sudah masuk dalam penetapan tersanhka Hal ini membuktikan bahwa kebebasan berekspresi di massa pemerintahan Jokowi ini terjadi dan tidak ada alasan logis untuk mempertahankan Jokowi," tutupnya.

Kontributor : Bob Bimantara Leander

Load More