SuaraMalang.id - Beredar hoaks tentang gelombang panas melanda Indonesia. Kabar bohong itu ditepis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Pelaksana tugas Deputi Bidang Klimatologi Urip Haryoko mengatakan, kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas. Sehingga pihaknya menyatakan berita tersebut tidak benar atau hoaks.
Beredar hoaks menyebutkan cuaca sangat panas bisa mencapai 40 derajat Celcius, dan dianjurkan untuk menghindari minum es atau air dingin.
"Berita yang beredar ini tentu tidak tepat dan tidak benar atau hoaks, karena kondisi suhu panas dan terik saat ini tidak bisa dikatakan sebagai gelombang panas," ujarnya mengutip dari Antara, Sabtu (16/10/2021).
Baca Juga: BMKG: Gempa 4,7 Magnitudo di Bengkulu Berjenis Dangkal Akibat Aktivitas Subduksi
Dijelaskan Urip, bahwa gelombang panas terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah dan tinggi, sedangkan Indonesia terletak di wilayah ekuator yang secara sistem dinamika cuaca tidak memungkinkan terjadinya gelombang panas.
Gelombang panas dalam ilmu cuaca dan iklim didefinisikan sebagai periode cuaca (suhu) panas yang tidak biasa yang biasanya berlangsung setidaknya lima hari berturut-turut atau lebih (sesuai batasan Badan Meteorologi Dunia atau WMO) disertai oleh kelembapan udara yang tinggi.
Untuk dianggap sebagai gelombang panas, suatu lokasi harus mencatat suhu maksimum harian melebihi ambang batas statistik, misalnya lima derajat Celcius lebih panas dari rata-rata klimatologis suhu maksimum, serta setidaknya telah berlangsung dalam lima hari berturut-turut.
"Apabila suhu maksimum tersebut terjadi dalam rentang rata-ratanya dan tidak berlangsung lama maka tidak dikatakan sebagai gelombang panas," ujar dia.
Ia menambahkan gelombang panas umumnya terjadi berkaitan dengan berkembanganya pola cuaca sistem tekanan atmosfer tinggi di suatu area secara persisten dalam beberapa hari. Dalam sistem tekanan tinggi tersebut, terjadi pergerakan udara dari atmosfer bagian atas menuju permukaan (subsidensi) sehingga termampatkan dan suhunya meningkat.
Baca Juga: Gempa Bali M 4,8, Rumah Warga di Kintamani Ambruk, 8 Orang Dilarikan ke Puskesmas
Pusat tekanan atmosfer tinggi ini menyulitkan aliran udara dari daerah lain masuk ke area tersebut. Semakin lama sistem tekanan tinggi ini berkembang di suatu area, semakin meningkat panas di area tersebut, dan semakin sulit awan tumbuh di wilayah tersebut.
Berita Terkait
-
9 Rekomendasi Sunscreen untuk Remaja dengan Harga Terjangkau
-
CEK FAKTA: Prabowo Marah Rakyat Bikin Pusing Pemerintah
-
Flores Bakal Jadi Pulau Panas Bumi, Amankah Buat Lingkungan?
-
BMKG Bantah Ada Anomali Seismik di Bogor Menyusul Gempa Merusak 10 April Kemarin
-
Beredar Hoaks Abu Janda Jadi Komisaris, Jejak Digital Dukung Israel Jadi Sorotan
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Laga Sulit di Goodison Park: Ini Link Live Streaming Everton vs Manchester City
-
Pemain Keturunan Jawa Bertemu Patrick Kluivert, Akhirnya Gabung Timnas Indonesia?
-
Jadwal Dan Rute Lengkap Bus Trans Metro Dewata di Bali Mulai Besok 20 April 2025
-
Polemik Tolak Rencana Kremasi Murdaya Poo di Borobudur
Terkini
-
BRImo Versi Bilingual Hadir: Transaksi Makin Lancar, Pengguna Makin Puas
-
Dinilai Sangat Strategis, Pembangunan Tol Malang - Kepanjen Butuh Dana Rp 7,5 Triliun
-
Sekolah Rakyat akan Dibuka di Malang, Ini Kategori Siswanya
-
Pencurian di Malang, CCTV Bongkar Aksi 2 Maling
-
Skandal Rupadaksa Guncang UIN Malang, Rektorat Turun Tangan: Terancam Sanksi Berat