Dari informasi yang dia dapat, tidak ada satu pun lubang kubur disiapkan di tengah hutan tersebut. Seluruh korban yang dieksekusi, mayatnya dilempar begitu saja ke dalam jurang di dalam hutan.
Kisah Sahri hanyalah satu dari banyak cerita pengganyangan terhadap mereka yang dituduh tanpa peradilan terlibat Gerakan 30 September 1965 oleh PKI (Gestapu) atau G302 PKI. Berdasarkan sejumlah catatan, ada beberapa lokasi eksekusi anggota PKI selama kurun 1965-1966.
Selain di kawasan Malang selatan, pembantaian itu juga terjadi di Lawang, Singosari, Tumpang dan diduga masih ada lokasi lainnya yang belum terungkap. Diperkirakan ratusan sampai ribuan orang ditangkap dan dibunuh di Malang selama 1965 – 1966.
Pada Oktober 2017 silam ada dokumen kabel diplomatik Amerika Serikat soal tragedi 1965 dibuka ke publik. Ada 39 dokumen setebal 30 ribu halaman yang dibuka ke publik. Dokumen itu dibuka oleh tiga lembaga yakni National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC) dan National Archives and Records Administration (NARA).
Dalam dokumen rahasia catatan Kedutaan Besar Amerika untuk Indonesia sejak 1964 hingga 1968 itu menggambarkan ketegangan antara faksi militer dan PKI. Dalam dokumen itu memuat Angkatan Darat mempersenjatai pertahanan sipil alias Hansip untuk memerangi PKI. Dokumen itu juga merinci pembantaian di berbagai daerah di Jawa Timur, termasuk memuat tulisan media massa pada 23 November 1965 tentang penangkapan 150 orang anggota PKI.
Yoseph Tugio Taher dalam buku Mengorek Abu Sejarah Hitam Indonesia 2010 menyebut laporan misionaris Katolik di Kediri korban 3 ribu orang tewas dibantai pada November 1965. Panglima Kodam Brawijaya Jenderal Soemitro mengatakan bahwa “1 orang nyawa jenderal harus ditebus 100 ribu nyawa PKI.”
Pernyataan ini mengiringi pembantaian massal di berbagai wilayah di Indonesia. Dia pula yang memimpin penangkapan, pembantaian dan membuang mayat ke dalam lubang yang digali korban sendiri. Diperkirakan 250 ribu korban mati atau hilang di Jawa Timur.
Peristiwa pembantaian di Jawa Timur diungkapkan Sukarno dalam pidato di depan HMI di Bogor 18 Desember 1965. Sukarno mengatakan pembunuhan itu dilakukan dengan sadis, orang bahkan tidak berani menguburkan korban.
“Awas kalau kau berani ngrumat (merawat) jenazah, engkau akan dibunuh. Jenazah itu diklelerkan (dibiarkan) saja di bawah pohon, di pinggir sungai, dilempar bagai bangkai anjing.”
Baca Juga: Ajak Warga Nobar Film G30S/PKI, PA 212: Waspada! PKI Bisa Mati Tapi Komunis Selalu Hidup
Berita Terkait
Terpopuler
- Mbah Arifin Setia Tunggu Kekasih di Pinggir Jalan Sejak 70an Hingga Meninggal, Kini Dijadikan Mural
- Di Luar Prediksi, Gelandang Serang Keturunan Pasang Status Timnas Indonesia, Produktif Cetak Gol
- Gibran Ditangkap Bareskrim Polri, Kronologi Jadi Tersangka dan Kasusnya
- Resmi Thailand Bantu Lawan Timnas Indonesia di Ronde 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
- Tanggal 18 Agustus 2025 Cuti Bersama atau Libur Nasional? Simak Aturan Resminya
Pilihan
-
Analisis Pengamat: Kepala Daerah Pro-Jokowi Dukung Bendera One Piece, Sinyal Politik?
-
Aib Super League: Empat Klub Kompak Nunggak Gaji Rp 4,3 Miliar!
-
Jadwal Pekan 1 BRI Super League: Duel Panas dan Ambisi Tim Promosi
-
Fakta-fakta Emas Sungai Eufrat, Tanda Hari Kiamat Sudah Dekat?
-
Usul Ditolak, Suara Dibungkam, Kritik Dilarang, Suporter Manchester United: Satu Kata, Lawan!
Terkini
-
KPR Subsidi BRI Tembus Rp13,79 Triliun: Jadi Penyalur Terbesar FLPP Nasional
-
Layanan Kustodian BRI Diakui Dunia, Raih Penghargaan FinanceAsia 2025
-
5 Dispenser Galon Bawah Terlaris: Ucapkan Selamat Tinggal pada Drama Angkat Galon!
-
Konsisten Terapkan GCG, BRI Ukir Prestasi di Level Internasional ACGS 2024
-
BRI Dukung Pemerintah untuk Salurkan BSU 2025 hingga Rp2,25 Triliun