Scroll untuk membaca artikel
Bernadette Sariyem
Selasa, 10 Desember 2024 | 20:32 WIB
Tragedi Kanjuruhan (Suara.com/Dimas Angga Perkasa)

SuaraMalang.id - Sidang perdana permohonan restitusi untuk korban tragedi Kanjuruhan akhirnya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah sempat mengalami penundaan.

Namun, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengkritik proses tersebut karena hanya 73 korban yang diakomodir dalam permohonan restitusi dari total 135 korban meninggal dunia dan ratusan korban luka-luka.

Andi Irfan, perwakilan KontraS, menyayangkan keterbatasan jumlah korban yang diajukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

“Permohonan restitusi ini belum meliputi semua korban, hanya 73 dari 135 korban meninggal dunia, serta ratusan korban luka belum diakomodir,” ujarnya.

Baca Juga: Singo Edan Tebar Ancaman! Persis Solo Waspada, Rekor Tak Terkalahkan Terancam

Pihak yang Diajukan sebagai Termohon

Dalam sidang ini, pihak-pihak yang diajukan sebagai termohon restitusi adalah Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris, Suko Sutrisno selaku Security Officer, AKP Hasdarmawan, mantan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto.

Namun, menurut KontraS, jumlah termohon ini masih kurang karena tragedi Kanjuruhan melibatkan banyak pihak dari berbagai lembaga.

“Para tersangka bertugas atas nama kelembagaan, bukan sebagai individu. Oleh karena itu, institusi-institusi terkait seperti PSSI, PT Liga Indonesia Baru (LIB), dan pihak kepolisian seharusnya turut menjadi tergugat,” tegas Andi Irfan.

Kesempatan Revisi Permohonan

Baca Juga: Dendi-Alfarizi Comeback! Arema FC Siap Terkam Persis Solo di Kandang

Ketua Majelis Hakim, Nur Cholis, memberikan kesempatan kepada LPSK untuk merevisi permohonan restitusi, agar korban yang belum tercakup dapat dimasukkan.

Namun, LPSK memiliki pandangan berbeda. Menurut Rianto Wicaksono, tenaga ahli LPSK, sidang hanya bertujuan untuk memastikan apakah berkas yang sudah masuk akan diproses, bukan untuk membuka kembali permohonan baru.

“Korban yang belum terdaftar dalam restitusi tetap memiliki jalan lain, yaitu melalui gugatan perdata,” terang Rianto.

Namun, KontraS menilai bahwa gugatan perdata memiliki keterbatasan, karena hanya dapat menuntut ganti rugi dari individu, bukan institusi.

“Jika menggugat secara perdata, maka tanggung jawab institusi yang berkaitan dengan tragedi ini tidak dapat dituntut,” tambah Andi Irfan.

Harapan dan Kritik KontraS

KontraS berharap revisi permohonan restitusi dapat segera dilakukan oleh LPSK untuk mencakup semua korban tragedi Kanjuruhan.

Selain itu, mereka juga mendesak agar institusi-institusi yang terlibat bertanggung jawab secara hukum atas kejadian yang menewaskan 135 nyawa tersebut.

Tragedi Kanjuruhan, yang terjadi pada 1 Oktober 2022, masih menyisakan luka mendalam bagi korban dan keluarga.

Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terdampak.

Sidang lanjutan akan menentukan arah dari permohonan restitusi ini, sekaligus menjadi ujian penting bagi penegakan hukum dan perlindungan korban di Indonesia.

Kontributor : Elizabeth Yati

Load More