Scroll untuk membaca artikel
Chandra Iswinarno
Kamis, 18 Januari 2024 | 18:39 WIB
Puthu Lanang. [Foto: Instagram /@puthulanangmlg]

SuaraMalang.id - Puthu Lanang, camilan manis khas Malang, telah menjadi ikon kuliner kota ini sejak tahun 1935.

Tak hanya sekadar jajanan, Puthu Lanang merupakan bagian dari sejarah kuliner Malang, berkat kekonsistenan rasanya yang terjaga selama bertahun-tahun.

Camilan ini pertama kali dibuat oleh pasangan Supiah dan Abdul Jalal. Mereka memulai usaha mereka dengan berkeliling menjajakan putu dari gerobak.

Namun, seiring waktu, Supiah memilih untuk menetap di lokasi tetap di kawasan Celaket, Kota Malang, yang kemudian dikenal sebagai Puthu Celaket.

Baca Juga: My Kopi Malang: Pengalaman Ngopi Unik di Tengah Hutan dan Perkemahan

Keberhasilan Puthu Lanang tidak lepas dari tantangan. Beberapa penjual putu di Malang mengklaim sebagai bagian dari Puthu Lanang, menimbulkan kekhawatiran tentang reputasi dan kualitas.

Untuk itu, pemilik asli Puthu Lanang mengambil langkah penting dengan mendaftarkan merek dagang pada tahun 2003, sebuah langkah untuk memastikan keaslian dan standar kualitas produknya.

Mencari Puthu Lanang tidak sulit. Warungnya berlokasi di depan gang kecil di Jalan Jaksa Agung Suprapto, buka setiap hari mulai pukul 17.30 WIB.

Camilan ini sangat populer dan biasanya terjual habis dalam waktu sekitar 3,5 jam. Setiap hari, sekitar 600 hingga 700 porsi Puthu Lanang terjual.

Untuk memenuhi permintaan yang tinggi, diperlukan kira-kira 100 butir kelapa untuk santan dan sekitar 50 kilogram bahan lainnya.

Baca Juga: Berdiri Sejak 1957, Ini Dia Rawon Ikon Kuliner Kota Malang

Dengan harga yang sangat terjangkau, hanya Rp10.000, siapa saja bisa menikmati camilan legendaris ini.

Puthu Lanang tidak hanya sekadar makanan, tetapi juga sebuah warisan kuliner yang menghubungkan masa lalu dengan generasi saat ini di Kota Malang.

Kontributor : Elizabeth Yati

Load More