Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Kamis, 08 September 2022 | 19:42 WIB
Ilustrasi anak autisme. (Shutterstock)

SuaraMalang.id - Bagi ayah-bunda yang memilik anak dengan autisme disarankan agar anaknya tidak dimasukkan pendidikan usia dini (PAUD) lebih dulu.

Demikian disampaikan Dokter spesialis anak konsultan neurologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Hardiono D. Pusponegoro.

Menurut dia, akan ada efek yang tidak bagus ketika anak dengan autisme langsung dimasukkan ke PAUD tanpa melalui terapi lebih dahulu. Hal ini disampaikannya dalam diskusi "Anak Terlambat Bicara, Speech Delay atau Autisme? Kupas Tuntas Autisme Pada Anak".

"Harus terapi dulu. Kalau interaksinya sudah lumayan, komunikasi dan bicaranya ada sedikit-sedikit silahkan masuk PAUD. Tetapi kalau dari awal dijeblosin, biasanya kurang bagus," katanya, Kamis (08/09/2022).

Prof Hardiono mengatakan target penanganan anak dengan autisme diawali dengan dia dapat berbicara kemudian mampu menempuh jenjang pendidikan sekolah dasar (SD). Tahapan anak bicara dimulai dengan ekolalia atau meniru apa yang dia dengar.

Baca Juga: Studi: Bayi yang Lahir dari Pria Berumur Tua akan Menangis Secara Berbeda, Bisa Mengindikasikan Autisme

"Tahapan dia bicara itu memang dimulai dengan ekolalia atau meniru apa yang dia dengar. Enggak apa-apa memang begitu. Nanti lama-lama ditambah pemahamannya," kata dia.

Menurut Prof Hardiono, agar anak dapat memahami hal-hal dengan baik maka perlu mendapatkan terapi yang dapat mengajarkannya berkomunikasi sekaligus berbicara.

Dia menyebut terapi perilaku atau behavioral therapy yang juga dikenal sebagai ABA (applied behaviour analysis) sebagai standar perawatan autisme.

"Enggak bisa speech therapy, enggak bisa sensor integration," katanya menambahkan.

Seperti disiarkan Healthline beberapa waktu lalu, ABA termasuk terapi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial, komunikasi, dan belajar melalui strategi penguatan.

Baca Juga: 5 Karakter Pengidap Autisme di Film dan Drama Korea, Woo Young Woo Jadi Pengacara yang Cerdas

Banyak ahli menganggap ABA sebagai pengobatan standar emas untuk orang dengan kondisi gangguan kognitif setelah cedera otak, gangguan makan, kecemasan dan kondisi terkait seperti gangguan panik, gangguan obsesif-kompulsif (OCD) dan fobia.

Lebih lanjut terkait autisme, Prof Hardiono menyebutkan gejala gangguan ini antara lain adanya gangguan interaksi dan komunikasi sosial yakni bukan hanya gangguan bicara dan anak sulit memulai dan memelihara interaksi sosial.

Selain itu, anak juga menunjukkan perilaku stereotipik atau perilaku itu-itu saja dan melakukannya berulang kali dengan intensitas tidak wajar. Gejalanya ini harus terlihat sejak masa kanak-kanak atau dini dan membatasi dan fungsi sosial sehari-hari.

"Kalau hanya sekali-kali saja (perilaku itu-itu saja) ya enggak apa-apa semua anak begitu," kata dia.

Load More