Karena itu leluhur Nusantara menganggap bahwa semua benda itu hidup, termasuk benda-benda pusaka yang di dalamnya ada keris.
Ini mengingatkan pada kisah pohon kurma yang biasa dijadikan sandaran oleh Nabi Muhammad SAW saat berkhotbah. Ketika Rasulullah SAW memiliki mimbar, pohon kurma tidak lagi dijadikan sebagai sandaran. Suatu hari Nabi mendengar ada tangisan yang ternyata berasal dari pohon kurma itu.
Ketika ditanya oleh Nabi, si pohon kurma menjawab ia menangis karena sedih ditinggalkan oleh Rasulullah SAW. Tangisan pohon kurma berhenti ketika Nabi memeluknya dan menyampaikan bahwa kelak ia akan bersamanya kembali di surga.
Hikmah dari kejadian ini adalah bahwa pohon pun juga memiliki jiwa, sehingga bisa bersedih dan bahagia. Maka, tidak keliru kalau penyuka keris bertanya, lalu dimana syiriknya berkeris itu?
Baca Juga: Viral Trik Gus Samsudin Terbongkar, Keris Petir yang Dipakai Ternyata Ada di E-commerce
Mungkin perlu kita telisik lagi apa sebenarnya yang terkandung di dalam keyakinan bahwa keris memiliki tuah. Penjelasan ini juga menunjukkan bahwa keris menyimpan warisan nilai luhur lain dari bangsa kita, yakni kebersamaan. Di dalam sebilah keris mengandung makna kerja bersama.
Keris lahir berawal dari harapan atau dalam bahasa agama sebagai doa. Seseorang, di Nusantara kuno, ingin memiliki keris berbekal sebuah harapan, salah satunya sebagai sarana membentengi diri dari gangguan.
Kemudian ia datang ke seorang empu untuk dibuatkan keris. Si empu kemudian menerjemahkan doa si pemesan dengan terlebih dahulu mendekatkan diri kepada Allah, lewat wirid atau dzikir dan puasa. Ia berpantang dengan hal-hal yang tidak baik.
Dengan kebersihan batin, si empu kemudian membuat keris dengan fokus dalam kesadaran keterhubungan dengan Ilahi. Maka, doa-doa si empu yang merupakan doa si pemesan juga, secara energi terpatri dalam keris itu.
Dalam teknologi modern kita mengenal rekaman suara dan gambar yang kemudian bisa diputar ulang. Begitulah teknologi kuno leluhur yang merekam doa atau harapan pada keris. Masyarakat modern saat ini juga meyakini bahwa energi itu kekal dan alam semesta mencatat atau merekam energi itu.
Baca Juga: 5 Kota Terbaik di Dunia untuk Menjelajah Seni dan Budaya
Dalam ilmu-ilmu motivasi modern, kita juga dianjurkan untuk menulis harapan atau impian itu dalam sebuah buku, dengan tulisan tangan. Apa bedanya dengan hal itu dengan doa leluhur yang mengabadikannya dalam keris?
Berita Terkait
-
Pameran Marka/Matriks Hadirkan 105 Karya Seni Cetak Grafis dari 30 Seniman
-
Mengenal Nganten Keris: Upacara Pernikahan Agus Difabel yang Diwakili Keris
-
Momen Langka: Prabowo Serahkan Keris kepada Jokowi di HUT Gerindra ke-17
-
Gagal Dipamerkan, Seniman Yos Suprapto Bawa Pulang Lukisannya ke Yogyakarta
-
Diakui UNESCO Sebagai Karya Agung Budaya Dunia, Museum Nasional Pamerkan Lebih dari 200 Keris Indonesia
Terpopuler
- Pemutihan Pajak Kendaraan Jatim 2025 Kapan Dibuka? Jangan sampai Ketinggalan, Cek Jadwalnya!
- Emil Audero Menyesal: Lebih Baik Ketimbang Tidak Sama Sekali
- Forum Purnawirawan Prajurit TNI Usul Pergantian Gibran hingga Tuntut Reshuffle Menteri Pro-Jokowi
- 5 Rekomendasi Moisturizer Indomaret, Anti Repot Cari Skincare buat Wajah Glowing
- Kata Anak Hotma Sitompul Soal Desiree Tarigan dan Bams Datang Melayat
Pilihan
-
Pembayaran Listrik Rumah dan Kantor Melonjak? Ini Daftar Tarif Listrik Terbaru Tahun 2025
-
AS Soroti Mangga Dua Jadi Lokasi Sarang Barang Bajakan, Mendag: Nanti Kita Cek!
-
Kronologi Anggota Ormas Intimidasi dan Lakukan Pemerasan Pabrik di Langkat
-
Jantung Logistik RI Kacau Balau Gara-gara Pelindo
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
Terkini
-
Inovasi dan Tradisi: Sinergi BRI dan Pengusaha Batik Tulis
-
BRImo Versi Bilingual Hadir: Transaksi Makin Lancar, Pengguna Makin Puas
-
Dinilai Sangat Strategis, Pembangunan Tol Malang - Kepanjen Butuh Dana Rp 7,5 Triliun
-
Sekolah Rakyat akan Dibuka di Malang, Ini Kategori Siswanya
-
Pencurian di Malang, CCTV Bongkar Aksi 2 Maling