Scroll untuk membaca artikel
Muhammad Taufiq
Selasa, 14 Juni 2022 | 19:56 WIB
Ilustrasi kekerasan seksual santri [ANTARA]

SuaraMalang.id - Sebanyak 13 kasus pencabulan terjadi selama 6 bulan ini di Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Dari jumlah itu, sebanyak 12 kasus menimpa anak-anak.

Dengan kondisi itu, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) menetapkan Ngawi dalam status darurat kekerasan anak

Hal ini disampaikan Kepala DP3AKB Kabupaten Ngawi Nugrahaningrum. Ia mengatakan data per 14 Juni 2022, terdapat enak kasus kekerasan seksual dengan korban 12 anak.

Kasus yang menjerat salah satu kasus menambah jumlah total korban menjadi 13 anak. Jumlah kasus tahun ini, kata Aning, mendekati kasus pada 2021. Di tahun itu ada 15 anak yang jadi korban dari 14 kasus kekerasan.

Baca Juga: Janda di Ngawi Ini Gelapkan 15 Motor dan 1 Mobil, Modusnya Ngaku Sebagai Pegawai Koperasi

“Sudah sejak dulu kasus kekerasan seksual pada anak ini jadi tanggung jawab bersama karena mayoritas pelaku kekerasan seksual adalah orang yang justru dekat dengan anak,” kata Aning dikutip dari beritajatim.com jejaring media suara.com, Selasa (14/6/2022).

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Kabupaten Ngawi dr. Nugrahaningrum
Aning menyebut jumlah kekerasan pada anak tiap tahunnya tak bisa jadi perbandingan.

Namun, harus jadi catatan jika tiap tahun ada, maka kinerja dalam hal perlindungan harus ditingkatkan.

Sementara dengan status darurat kekerasan seksual di Ngawi, pihaknya berfokus memberikan edukasi terkait hukum bagi tindak kekerasan seksual.

“Karena pelaku kekerasan seksual, meskipun suka sama suka dengan korbannya, mereka tetap harus dihukum. Karena korban yang di bawah umur ini seharusnya dilindungi dan dibimbing untuk memahami terkait kekerasan seksual,” kata dia.

Baca Juga: Kemarin, Suami Istri Bobol Bank Jatim Rp 60,2 Miliar hingga Kepala Dusun di Ngawi Tersangka Pencabulan

“Kami harap masyarakat jadi tahu, meski suka sama suka tetap dihukum, dengan begitu mereka kan pasti akan bertanggung jawab dengan anak-anak di bawah umur yang seharusnya mendapatkan perlindungan,” kata Aning.

Dia menekankan pelaku kekerasan seksual yang memiliki kewajiban mendidik atau melindungi korban atau segala unsur yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak, hukumannya ditambah sepertiga dari tuntutan.

“Kami selalu tekankan ke semua unsur masyarakat di Kabupaten Ngawi, agar memahami jika kekerasan seksual ini bukan sekadar dicegah. Tapi, juga memberikan pemahaman bagi anak-anak agar tak mendapatkan perlakuan itu dari orang disekitar mereka,” kata Aning.

Pihaknya juga menghidupkan forum anak untuk memberikan edukasi pada anak terkait cara agar terhindar atau melaporkan kekerasan seksual yang dialami. Termasuk pada seluruh elemen masyarakat jika ingin melaporkan kejadian kekerasan seksual pada anak.

Load More