SuaraMalang.id - Posisi Indonesia sebagai Presidensi atau Keketuaan G20 seharusnya bisa lebih progresif untuk menghentikan invasi Rusia ke Ukraina.
Hal itu diungkap Pengamat politik Universitas Jember (Unej) Dr Muhammad Iqbal.
"Sudah seharusnya kepiawaian diplomasi Indonesia dalam kapasitasnya sebagai Presidensi G20 bisa lebih progresif untuk menghentikan perang itu," katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, seperti diberitakan Antara, Sabtu (5/3/2022) malam.
Menurutnya sikap dan kebijakan luar negeri Indonesia yang penting dilakukan yakni tetap konsisten mengedepankan kebijakan politik luar negeri nonblok dan bebas aktif.
"Presiden Joko Widodo sudah seharusnya menunjukkan kualitas kepemimpinan untuk mencetak legasi penting kepada dunia internasional dalam isu invasi Rusia - Ukraina," tuturnya.
Ia mengatakan Rusia juga masuk dalam G20, sehingga jika dipetakan, maka Rusia akan lebih memperoleh dukungan hanya dari Tiongkok, kemudian 17 anggota G20 lainnya, minus Indonesia, terutama AS dan Uni Eropa cenderung kontra kepada agresi militer Rusia.
Sejarah diplomasi RI yang ditorehkan beberapa presiden, lanjut dia, seperti Presiden Soekarno, Soeharto, Gus Dur dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sangat harum ketika sukses menjadikan Indonesia sebagai mediator dalam berbagai konflik kawasan geopolitik.
"Maka, di bawah Presiden Jokowi seharusnya posisi Presidensi G20 bisa menjadi arena emas diplomasi mengakhiri perang Rusia -Ukraina itu," ucap dosen Hubungan Internasional FISIP Unej itu.
Sementara di sisi ekonomi, lanjut dia, jika perang berlangsung cukup lama, maka bagi Indonesia bisa saja serius terutama dari sektor perdagangan internasional.
Baca Juga: Mariupol Terkepung, Rusia Buka Koridor Kemanusiaan Selama Lima Jam
"Kehilangan pendapatan ekspor dari Rusia senilai sekitar 150 juta dolar AS atau sekitar Rp2 triliun dan 5 juta dolar AS dari Ukraina, namun ketergantungan Indonesia atas impor gandum dari Ukraina juga bisa sangat berisiko terjadinya kenaikan harga barang produk berbahan gandum itu," ujarnya.
Dampak lainnya, katanya, banyak negara di dunia memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia, sehingga hal itu secara global bisa memicu tekanan kepada harga minyak dan gas, pasar modal global serta nilai mata uang.
"Tentu saja rupiah dan harga BBM kita juga terancam alami tekanan akibat dampak perang Rusia - Ukraina itu," ucap pakar ilmu komunikasi itu.
Berita Terkait
Terpopuler
- Owner Bake n Grind Terancam Penjara Hingga 5 Tahun Akibat Pasal Berlapis
- Beda Biaya Masuk Ponpes Al Khoziny dan Ponpes Tebuireng, Kualitas Bangunan Dinilai Jomplang
- 5 Fakta Viral Kakek 74 Tahun Nikahi Gadis 24 Tahun, Maharnya Rp 3 Miliar!
- Promo Super Hemat di Superindo, Cek Katalog Promo Sekarang
- Tahu-Tahu Mau Nikah Besok, Perbedaan Usia Amanda Manopo dan Kenny Austin Jadi Sorotan
Pilihan
-
Jay Idzes Ngeluh, Kok Bisa-bisanya Diajak Podcast Jelang Timnas Indonesia vs Irak?
-
278 Hari Berlalu, Peringatan Media Asing Soal Borok Patrick Kluivert Mulai Jadi Kenyataan
-
10 HP dengan Kamera Terbaik Oktober 2025, Nomor Satu Bukan iPhone 17 Pro
-
Timnas Indonesia 57 Tahun Tanpa Kemenangan Lawan Irak, Saatnya Garuda Patahkan Kutukan?
-
Cuma Satu Pemain di Skuad Timnas Indonesia Sekarang yang Pernah Bobol Gawang Irak
Terkini
-
Malam Minggu Anti Bokek! Klaim DANA Kaget Sekarang Dan Banjir Rezeki
-
Rawon Lovers Merapat, Ini 5 Warung Rawon di Malang yang Murah, Enak, dan Legendaris
-
BRI Terus Memperluas Jangkauan Layanan Keuangan hingga ke Pelosok
-
Spesial Tanggal Kembar! DANA Kaget Hadir Jadi Penyelamat Checkout Kamu
-
5 Link Terbatas Dana Kaget Sore Ini, Masih Ada Ratusan Ribu Saldo Gratis yang Bisa Direbut